“Terdapat 10 perusahaan ICS yang terdaftar di OJK. Namun belum ada yang bekerja sama dengan lembaga keuangan penyalur KUR. Sebagian besar perusahaan ICS bekerja sama dengan bank swasta, multifinance dan fintech,” katanya.
Yulius menegaskan, jika ICS ini bisa diterapkan, maka dapat mendorong percepatan akses pembiayaan UMKM dan kebutuhan pembiayaan UMKM dapat dipenuhi, sehingga menggerakan perekonomian rakyat.
“Dari 64 juta pelaku UMKM, baru sekitar 30 persen UMKM yang bankable. Sementara, kredit UMKM di perbankan yang ditargetkan mencapai 30 persen baru mencapai sekitar 20 persen. Ini menjadi tantangan yang luar biasa,” katanya.
Senada dengan hal tersebut, Asisten Deputi Pembiayaan Usaha Mikro KemenKopUKM Irene Swa Suryani mengatakan, selama ini data historis di SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK belum terhubung dengan data alternatif lain. Sehingga UMKM yang belum pernah meminjam ke lembaga pembiayaan tidak mempunyai catatan historis kredit.
BACA JUGA:Asosiasi UMKM Diharapkan Dapat Menjadi Fasilitator
BACA JUGA:PLN Berikan Pelatihan Ekspor untuk Dukung UMKM Tembus Pasar Internasional
“Padahal belum terdapat di SLIK bukan berarti UMKM tidak layak. Hanya saja belum pernah melakukan pinjaman apapun,” ucapnya.
Adanya ICS, kata Irene, diharapkan data-data sekunder, baik dari pembiayaan telepon, BPJS, e-commerce, hingga pajak, bisa digunakan para penyakur kredit, sehingga pelaku UMKM bisa dipermudah mengakses kredit.
Bentuk Konsorsium
Yulius juga menjelaskan, bersama Kemenkeu, Kemenko Perekonomian, KemenKopUKM dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan), akan segera membentuk konsorsium yang bertugas untuk mengatur, mengawasi, dan menentukan kriteria ICS sebagai pedoman perbankan.
BACA JUGA:Ternyata! UMKM Berhasil Berikan Dampak Bagi Perekonomian Indonesia
BACA JUGA:Momen Pilkada Bisa Gairahkan UMKM
Selanjutnya, konsep tersebut akan diusulkan dibahas dalam Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan Pembiayaan bagi UMKM (Rakor Komjak).
Yulius juga menyebutkan beberapa contoh negara yang sudah menerapkan ICS dan didukung oleh kebijakan, serta infrastruktur data yang terintegrasi. Di antaranya, Inggris, India, Korea Selatan (Korsel), China, dan Amerika.
“Di Inggris ini berhasil meningkatkan persetujuan kredit sebesar 14 persen, tanpa meningkatkan risiko NPL sebagaimana studi empiris pada kerja sama Aire (ICS) dan Experian,” ujarnya.