Urgensi Revisi UU Tipikor: Mengakomodasi Tantangan Hukum dan Skandal Global

Senin 02 Sep 2024 - 20:31 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Ependi

Menurut keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Senin (2/9/2024), Agustinus Pohan, pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, menekankan perlunya revisi UU Tipikor karena adanya tumpang tindih antara pasal-pasal di KUHP Nasional dengan pasal-pasal di UU Tipikor.

Hal ini dapat menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam ancaman pidana, yang pada akhirnya mempengaruhi kepastian hukum.

BACA JUGA:7 Tersangka Korupsi RSUD Resmi Menjadi Tahanan Pengadilan Tipikor Bengkulu

BACA JUGA: Kamis Besok, Jaksa Limpahkan Berkas Korupsi RSUD Ke Pengadilan Tipikor Bengkulu

Alasan lain adalah terkait pengaturan daluarsa. Dalam KUHP, tindak pidana korupsi tidak mendapatkan keistimewaan atau pengecualian, padahal sering kali kasus korupsi berlindung pada kekuasaan yang menyulitkan penuntutan.

“Daluarsa pada kasus tipikor memerlukan pengaturan yang berbeda, sebagaimana pada pelanggaran HAM berat, di mana masa daluarsa lebih panjang sehingga memungkinkan penuntutan pada saat kekuasaan berubah,” usul Agustinus.

Koordinator Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, I Made Sudarmawan, mendukung revisi UU Tipikor, terutama dalam mengakomodasi delik illicit enrichment yang menjadi fenomena yang semakin sering muncul.

"Kita pernah dihebohkan dengan Panama Papers, bagaimana pejabat publik bisa memiliki rekening masif yang memicu kecurigaan adanya perbuatan memperkaya diri secara tidak sah," jelas Sudarmawan.

BACA JUGA:Kejari Mukomuko Segera Limpahkan Perkara RSUD ke Pengadilan Tipikor Bengkulu

BACA JUGA:Jaksa Segera Limpahkan Perkara RSUD ke Pengadilan Tipikor Bengkulu

Ia juga menegaskan bahwa perubahan UU Tipikor sangat bergantung pada niat regulator untuk melaksanakan pemberantasan korupsi secara konsekuen.

Pakar hukum dari Universitas Diponegoro, Prof. Pujiyono, menawarkan perspektif baru terkait penerapan sanksi pidana, terutama dalam asset recovery.

Ia mengusulkan penerapan pendekatan non-conviction-based dalam perampasan aset, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 54 UNCAC.

Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, berharap forum diskusi ini tidak hanya membahas empat pasal yang akan diusulkan, tetapi juga mengevaluasi pasal-pasal yang sudah ada dari sisi efektivitasnya.

Ia juga menekankan pentingnya agar pasal-pasal yang diusulkan dapat diterapkan secara konsisten oleh seluruh penegak hukum.

BACA JUGA:7 Tersangka Korupsi RSUD Resmi Menjadi Tahanan Pengadilan Tipikor Bengkulu

Kategori :