BACA JUGA:Industri Nonmigas di Luar Jawa, Tren Positif Menuju Pemerataan
Kondisi ekonomi yang tidak menentu membuat banyak perusahaan harus berjuang keras untuk bertahan.
Biaya produksi yang tinggi, minimnya pesanan baru, serta tantangan logistik menjadi masalah utama yang dihadapi pelaku industri.
Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), menyatakan bahwa pesanan untuk beberapa bulan ke depan masih minim di industri plastik, baik di sektor hulu maupun hilir.
Di tengah pesanan yang terbatas, industri plastik masih berupaya untuk menjaga produksi, meskipun hal ini menyebabkan penurunan utilisasi kapasitas produksi hingga mendekati 50%.
BACA JUGA:PDB Triwulan II-2024 Melonjak: Industri Pengolahan Jadi Motor Ekonomi
BACA JUGA:Investasi dan Penggunaan Produk Lokal Dorong Industri Surya Nasional
Pelaku industri plastik juga harus menghadapi biaya logistik yang semakin mahal, terutama untuk pengiriman bahan baku dan produk jadi.
Salah satu masalah yang menekan daya saing produk lokal adalah tingginya biaya logistik di Indonesia.
Fajar Budiono menyoroti bahwa biaya logistik untuk mengirimkan barang dari Jakarta ke Medan, misalnya, bisa mencapai USD400 hingga USD500 per kontainer.
Situasi ini semakin diperparah oleh kondisi geopolitik global dan perang di Laut Merah, yang menyebabkan kenaikan biaya logistik hingga 30%.
BACA JUGA:Industri Nonmigas di Luar Jawa, Tren Positif Menuju Pemerataan
BACA JUGA:Smelter Baru Freeport Indonesia di Gresik, Babak Baru Industri Pertambangan
Melihat tantangan yang ada, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur nasional.
Berikut beberapa langkah yang dapat diambil, pertama, optimalisasi belanja pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa belanja untuk produk-produk dengan TKDN benar-benar terserap secara optimal, terutama di semester II-2024.