Lahan Sagu Terluas di Dunia, Peluang Ekonomi dan Ketahanan Pangan Indonesia

Jumat 09 Aug 2024 - 20:53 WIB
Reporter : Debi Susanto
Editor : Ependi

Sagu, dikutip dari www.pertanian.go.id,  sebelum datangnya beras ke tanah air, merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat di wilayah timur Indonesia. Selama berabad-abad, sagu telah menjadi makanan pokok warga di banyak daerah seperti Papua, Maluku, dan Sulawesi.

Tradisi mengolah sagu telah pula diwariskan turun-temurun. Hal ini mencerminkan kearifan lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kebutuhan hidup. Umumnya sagu di konsumsi dalam bentuk gel, kemudian ditambah kuah ikan atau dikenal sebagai pepeda (Papua) dan kapurung (Sulawesi Selatan). Sagu juga diolah menjadi pempek, makanan khas Sumatra Selatan.

BACA JUGA:Ponsel Anda Sinyalnya Lemot ! Jangan Khawatir, Ini Cara Membuat Sinyal Ponsel Anda Menjadi Lebih Kencang

BACA JUGA:The Real Murah ! itel A50 Hadir dengan Spesifikasi Mumpuni, Cocok Untuk Kelas Menengah Ke Bawah

Hasil olahan sagu lain adalah sagu bakar dan dange yang biasa dikonsumsi masyarakat Sulawesi. Sementara masyarakat Meranti mengkonsumsi sagi dalam bentuk kue tradisional dan mi. Selain itu sagu juga bisa diolah menjadi bahan sohun/bihun.

Kenapa sagu dipilih untuk memenuhi kebutuhan pokok? Diketahui tanaman sagu kaya kandungan karbohidrat. Selain memiliki nilai budaya dan sejarah yang mendalam, sagu juga menyimpan potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan dan ekonomi nasional.

Seiring dengan meningkatnya permintaan pasar, industri pengolahan sagu di Indonesia juga berkembang. Saat ini, menurut data yang dihimpun Kemenperin, terdapat beberapa pabrik pengolahan sagu modern yang tersebar di Papua dan Sulawesi.

Pabrik-pabrik tersebut tidak hanya memproduksi tepung sagu untuk konsumsi domestik, tetapi juga untuk diekspor ke berbagai negara. Salah satu contohnya adalah pabrik pengolahan sagu di Kabupaten Sarmi, Papua, yang mampu memproduksi hingga 50 ton pati sagu per hari. Masyarakat Bogor mengolah sagu menjadi mi gleser (sumber: BISP Kementan).

BACA JUGA:Proyek Strategis dan Investasi Asing, Fondasi Kuat Ekonomi Indonesia 2024

BACA JUGA:Ini Akibat Fatalnya Bila Kita Sering Menyuruh Anak Untuk Bermain HP Terlalu Lama, Beresiko Untuk Kesehatan

Pada 2023, nilai ekspor pati sagu Indonesia mencapai USD150 juta, dengan negara tujuan utama seperti Jepang, Korea Selatan, dan negara-negara di Eropa. Potensi ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan semakin banyaknya investasi di sektor ini dan meningkatnya kesadaran akan manfaat sagu sebagai sumber pangan alternatif yang sehat.

Kontribusi subsektor tanaman pangan sagu menurut catatan Kementan menyerap tenaga kerja atau petani sagu mencapai 286.007 kepala keluarga. Sedangkan dalam hal kontribusi ekspor nilai ekspor sagu yang  sudah masuk dalam peta jalan diversifikasi pangan 2020--2024 Kementerian Pertanian, pada 2019 menyumbang sebesar Rp47,52 miliar dan total volume 13.892 ton.

 

Mengapa Sagu Penting?

Potensi sagu Indonesia tidak hanya sebagai bahan pangan alternatif, tetapi juga sebagai sumber ekonomi yang menjanjikan. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, Indonesia dapat memanfaatkan potensi sagu secara optimal untuk kesejahteraan bersama.

BACA JUGA:Transformasi Sekam Padi dan Abu Kelapa Sawit, dari Limbah Jadi Emas Hijau

Kategori :