Cerpen : Khaerul Majdi
Di saat seorang anak semakin meremaja, ada setitik sendu yang membuatnya berfikir kembali tentang betapa riuhnya suasana kehidupan.
Di saat rerumputan mungil menari-nari diterpa angin sepoi dari barat terdapat pula tubuh anak manusia yang sedang diterjang gelombang kepenatan.
Musim penghujan di permulaan tahun seperti memberi arti akan sebuah rintihan tangis dari dua mata yang menggumpal seperti bola-bola liar yang hampa arah.
Rintikan hujan di bulan Januari telah menghapus jejak air mata yang mengalir di atas bentangan daging yang tirus dari anak remaja yang telah terbiasa dirawat untuk merasakan kehilangan, kehilangan yang melemparnya ke seberang lautan kerinduan.
BACA JUGA:Kotak Rahasia Jessy
BACA JUGA:Selamat dan Turut Memperingati Hari Bhakti ke 64, Tahukan Kamu Apa Adhyaksa.?
Pada paruh waktu yang tersisa itu, sampailah Dia pada gerbang besi tak berkunci di pekarangan jasad-jasad tanpa ruh yang berada di utara perbukitan tandus dan berbatu nestapa.
Dibukalah pintu gerbang kiri secara perlahan sebari mengucapkan salam sahdu kepada mereka yang telah tiada. Kepada mereka yang telah meninggalkan keluarga serta sanak-saudara mereka.
Hela-hela nafas terpaut oleh langkah kaki yang bergantian menuju kerangka iba. Di antara hela-hela nafas dan langkah kakinya terpatri sebuah harap, akankah ruh seorang ayah kembali sejenak untuk melihat kepenatan yang terpancar dari rupa dan raga anaknya yang sebentar lagi menjenguknya?
Sesampainya di antara petak-petak pekarangan rumah tak beratap itu, Dia menengok-nengok secara perlahan letak rumah ayahnya yang telah meninggalkannya bertahun-tahun lamanya.
BACA JUGA:Sangat Jarang Sekali Diketahui, Ternyata Daun Afrika Mampu Mengatasi Berbagai Penyakit
BACA JUGA:6 Browser Android Terbaik dan Terpopuler, Apakah Salah Satunya Anda Gunakan?
Dia tidak sedang lupa arah jalan menuju rumah ayahnya. Hanya saja rerumputan liar tak bertuan telah tumbuh di atas rumah-rumah mereka hingga pandangannya sedikit terganggu untuk menatap secara jelas rumah ayahnya yang tak terjaga setiap hari.
Dia menyela-nyela rerumputan liar sambil memandang ke arah lempeng batu bertuliskan nama. Nama-nama yang mereka tinggalkan untuk keluarga dan sanak-saudara mereka.