Sekadar menginformasikan, saat itu gempa terjadi di daerah Coquimbo, gempa ini memicu tsunami dengan ketinggian 4,5 meter.
"Korban jiwa tetap ada, terus Anang, namun "hanya" 9 orang saja," ungkapnya.
Kontras ketika dibandingkan dengan gempa Palu, Sulawesi Tengah yang terjadi 2018 dengan kekuatan M=7,4 SR.
"korban jiwa mencapai 2.045 orang serta ratusan orang dinyatakan hilang tersapu tsunami," ulasnya.
BACA JUGA:Pemda Bengkulu Utara Usulkan Anggaran 320 Miliar ke Pusat
BACA JUGA: Maman Suherman Pamit, Camat Soini, SE Ucapkan Terimakasih. Begini Suasana Sertijab Kemarin...
Apa yang membedakan? Jawabannya adalah persiapan yang matang. Pada satu momen, tim penyelamatan dari Peru, El Savador, Amerika Serikat, dan Spanyol tergabung dalam simulasi bertajuk simex 2015 di Santiago, ibu kota Chili.
Dalam latihan tersebut digelar pula simulasi jika Chili diguncang gempa dengan kekuatan M=9,0 berpusat di Santiago.
Dan itu bukan latihan sekali jalan. Dalam skala luas, warga dibiasakan melakukan simulasi (drill) evakuasi minimal enam atau tujuh kali dalam satu tahun.
"Di seluruh kawasan," ungkapnya.
Di luar itu, pemerintah sudah siapkan sistem peringatan baru. Dalam kasus Coquimbo, beberapa menit setelah gempa, sirine meraung mengirim peringatan.
BACA JUGA:Pemprov Bengkulu Jamin Kesiapan Jalan Songsong Arus Mudik Lebaran
BACA JUGA:2 Puskesmas di Pinang Raya, Diminta Optimalkan Ketersediaan Abate. Ini Fungsinya..
Ambulans, pemadam kebakaran, polisi turun mengatur lalu lintas. Ada juga petugas khusus yang memaksa para penduduk yang masih bertahan di rumah untuk keluar dan berlari ke arah bukit.
Ihwal penting lainnya adalah menetapkan standar kekuatan bangunan. Pemerintah membuat aturan ketat yang mensyaratkan bangunan baru untuk bisa bertahan dari gempa berkekuatan M=9,0.
"Di Indonesia, zona rawan gempa dan tsunami sudah dipetakan," ungkapnya lugas.