RADARUTARA.BACAKORAN.CO- Deindustrialisasi dapat digambarkan sebagai suatu kondisi di mana industri tidak dapat lagi berperan sebagai basis pendorong utama perekonomian suatu negara atau dengan kata lain kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional terus mengalami penurunan.
Sejumlah produsen, sebagaimana dilaporkan situs www.kemenperin.go.id, mengalami kenaikan produksi karena didorong oleh permintaan baru khususnya di pasar domestik.
Hal ini seusai data yang dirilis oleh S&P Global, menunjukkan bahwa capaian Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia tetap berada dalam fase ekspansi pada Februari 2024 sebesar 52,7.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, menyambut baik laporan S&P tersebut. Menurutnya, ki
BACA JUGA: Bank Indonesia Jamin Utang Luar Negeri Aman dan Terkendali
BACA JUGA: KAI Commuter Tandatangani Kerja Sama dengan JRTM Jepang
kepercayaan tinggi dalam menjalankan usahanya secara impresif di tengah situasi ekonomi dan politik global yang belum stabil.
Menperin optimistis, ekonomi nasional saat ini masih cukup tangguh, meskipun negara-negara maju sedang mengalami resesi, seperti Jepang dan Inggris.
Penguatan ekonomi sejalan dengan kinerja positif dari industri manufaktur yang menjadi kontributor paling besar terhadap PDB nasional.
“Oleh karena itu, perlu perhatian lebih untuk meningkatkan performa sektor industri manufaktur melalui kebijakan-kebijakan yang strategis,” tutur Menperin Agus.
BACA JUGA: Telkom Boyong Empat Penghargaan di BCOMSS 2024
BACA JUGA: Masuki Masa Panen Raya, Harga Gabah Kering Panen Mulai Stabil
Target Kebijakan Gas
Salah satu inisiatif kebijakan krusial yang telah diusulkan oleh Menperin Agus adalah pemberlakuan harga gas bumi tertentu (HGBT) dapat dimanfaatkan sektor industri secara lebih luas.
Menurutnya, HGBT USD6 per million british thermal unit (MMBtu) saat ini hanya menyasar di tujuh sektor industri.