Upah Borongan Hingga Jatah Beras Karyawan PT Air Muring, Bermasalah?

Jumat 01 Mar 2024 - 20:20 WIB
Reporter : Sigit haryanto
Editor : Ependi

KETRINA.RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Sistem pembayaran upah sampai masalah susutnya jatah beras di lingkungan PT Air Muring, Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara dikeluhkan karyawan. 

Informasi yang berhasil dihimpun oleh Radar Utara, sejak beberapa bulan terakhir. 

Perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan karet itu telah menerapkan sistem pembayaran upah kepada karyawan sadapnya berstatus pekerja SKU dengan cara diborong. 

Dan praktis, sejak sistem borong itu diterapkan dan dijadikan perusahaan Bakrie Grup ini sebagai standar untuk membayar upah, sejumlah karyawan di PT Air Muring mengaku tidak pernah lagi mendapatkan upah sesuai standar UMP. 

Di sisi lain, sejumlah karyawan juga mengaku kecewa dengan sikap atau kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan dalam memenuhi hak karyawan berupa jatah beras bulanan.

BACA JUGA: AWAS! Jangan Sampai Terjerat Kasus Hukum, Desa Harus Lakukan Ini

BACA JUGA:Pilkades Serentak 2025, Pj Kades Harus Siapkan Ini...

Pasalnya, ini dianggap mengalami penyusutan dibanding jatah yang diterima sebelumnya.

"Sejak diterapkannya pembayaran upah dengan sistem borong, kami tidak pernah lagi mendapat upah sesuai standar UMP. Ada pun karyawan yang mendapat upah sesuai standar UMP bahkan melebihi UMP, hanya segelintir karyawan. Karena dengan kondisi tanaman karet milik perusahaan yang sekarang tidak produktif lagi ditambah dengan jumlah tanaman perusahaan yang sudah banyak di replanting susah bagi kami untuk mendapatkan upah sesuai UMP," ujar salah satu karyawan PT Air Muring, Martunggal, yang sudah bekerja selama 24 tahun di PT Air Muring, kepada Radar Utara Jumat, 1 Maret 2024.

Dikatakan Martunggal, jika dihitung dengan waktu efektif 7 jam bekerja, hasil sadapan yang ia dapatkan maksimal per harinya hanya bisa mengumpulkan 30 Kg getah karet (dalam kondisi basah). 

Dan setelah melalui proses penimbangan, 30 Kg getah karet yang dihasilkan itu dipastikan menyusut akibat adanya pengurangan dari sisi tingkat kekeringan, ketekoran dan faktor lainnya.

"Yang dihitung getah kering sehingga getah karet yang kita hasilkan itu masih akan menyusut dan secara otomatis, susutnya getah karet itu juga akan mengurangi upah yang kita terima. Atas kondisi tersebut, paling kencang upah yang bisa saya dapatkan hanya Rp 400 ribu/bulan," bebernya.

BACA JUGA:Jalinbar Ketahun Steril Dari Pungli, Ini Alasan Eks Jalinbar Urai Jadi Jalur Utama

BACA JUGA: Perencanaan Pembangunan Desa Bisa Jadi Temuan BPKP, Jika...

Sejak awal kata Martunggal, pihaknya sudah menentang dan tidak setuju dengan pembayaran upah sistem borong ini. 

Tags :
Kategori :

Terkait