Salah satu yang lazim terlihat mata adalah praktik pembakaran jerami hasil panen. Satu sisi, kata dia, kepulan asap yang mengandung gas metan, dapat merusak lapisan ozon.
Persoalan lainnya yang cukup ketara adalah belum maksimalnya pengelolaan pertanian di daerah.
Kondisi itu, seperti penggunaan limbah pertanian agar dapat menjadi barang yang memiliki nilai keekonomian lebih tinggi, belum terjadi.
BACA JUGA:Cek Lokasi Ketahanan Pangan Bengkulu Utara, Pangdam II/Sriwijaya ke Sini....
BACA JUGA: Harimau di Air Sebayur, Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Minta Ini...
Dalam posisinya sebagai Ketua KTNA Bengkulu Utara (BU), Supriyanto, tak mengelak urgensi tentang peningkatan kapasitas petani, perlu dilakukan segera.
Ditambah lagi, kata dia, perkembangan jumlah penduduk, juga akan menjadi momok dalam sebaran kawasan strategis pangan berkelanjutan.
"Dalam setiap temu di daerah hingga nasional, persoalan ini terus menjadi konsen kita," ujar Supriyanto, belum lama ini.
Dirinya pun menyeru, perlunya kolaborasi lintas pemangku kepentingan di daerah hingga pusat untuk menyikapi persoalan di sektor agraris ini.
BACA JUGA:Mukomuko Rehap Tiga Kolam BBI, Siapkan Rp500 Juta
BACA JUGA:Eks Kades Ini Diberi Penghargaan, Bupati Titip Pesan Begini...
Terap teknologi yang tetap menjaga kearifan lokal, yang kini mulai diseru, seperti di sektor manajemen rakayasa cuaca menyikapi penurunan debit air dunia, juga perlu disikapi dengan langkah konkret segera di sektor pertanian.
"Hal-hal yang sulit dielak adalah perkembangan jaman, termasuk teknologi di dalamnya. Kedua adalah perkembangan penduduk. Di tengah fakta, bumi yang semakin sempit," ungkap politisi PKS ini. (*)