RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Episentrum ekonomi berbasis potensi, menempatkan BUMDes sebagai trigger ekonomi di desa. Meski begitu, keberadaannya terkesan belum menjadi segmen penting oleh desa itu sendiri. Itu kentara dari keberadaan jumlah perusahaan pelat merah milik desa yang masih relatif rendah.
Selain formalitas dalam membentuknya. Pandangan itu, senapas dengan penjabaran Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Oktober 2024 lalu. Dari 66 ribu BUMDes yang tersebar di Indonesia, kondisinya yang aktif yang tidak mati suri atau benar-benar mati, tercatat 76 persen.
Dari sisi jumlah BUMDes yang 66 ribu itu, kalau dibandingkan dengan jumlah desa secara nasional praktis belum menampakkan jumlah yang paralel.
Merujuk data transfer ke daerah sektor dana desa oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan tahun 2025 jumlah sebanyak 75.259 desa yang tahun ini menjadi jujukan transfer dana desa senilai Rp 69 triliun. Usai dikurangi 2 triliun, imbas Inpres 1 Tahun 2025 soal efisiensi anggaran 2025.
BACA JUGA:Pengelolaan Program Ketahanan Pangan Desa Tahun 2025 Wajib Libatkan BUMDes, BUMDesma atau TPK
BACA JUGA:Tiga Tahanan Kasus Korupsi Dana BUMDes Dibawa ke Lapas Malabero Bengkulu
Deputi Kepala Bidang Akuntan Negara, Sally Salamah berujar dari 66 ribu BUMDes secara nasional ini mengartikan terdapat 24,2 persen setidaknya yang mengindikasikan ketidakaktifan. Jumlah motor ekonomi di level desa itu kian banyak lagi, kalau dikomparasikan dengan jumlah desa di Indonesia.
Secara implisit, Sally mengungkap bahwa praktik pendirian BUMDes yang sudah tercatat itu diduga tidak dibarengi dengan desain awal sehingga memiliki tujuan yang jelas agar aktivitasnya dapat terjaga dan berkelanjutan.
Rasanya, sudah jadi rahasia umum, layaknya BUMN dan BUMD. Perusahaan pelat merah itu, sarat akan kepentingan politis para elit. Atau tarik ulur elit desa yang turut mempengaruhi mangkraknya BUMDes itu sendiri.
"Jadi (BUMDes) hanya berdiri, kemudian ada penyertaan modal dari desa, namun BUMDes tersebut tidak bergerak, tidak tumbuh, tidak bisa mengaktifkan atau meningkatkan perekonomian desanya," ungkap Sally dilansir Antara di Jakarta, Oktober 2024 .
BACA JUGA:Korupsi Dana BUMDes, Kades, Direktur dan Bendahara Resmi Tahanan Jaksa
BACA JUGA:Awas, Penyertaan Modal BUMDES Jangan Menimbulkan Masalah Baru!
Kementerian Desa PDTT turut mengungkapkan pada 22 Juni 2024, tercatat sebanyak 18.850 unit BUMDes yang berbadan hukum. Jumlah tersebut dari total nasional sebanyak 65.914 BUMDes yang tercatat.
Pada periode yang sama, juga tercatat sudah ada 3.243 BUMDes Bersama dengan 271 BUMDes Bersama di antaranya telah berbadan hukum.
Aktivitas yang paling dominan adalah bergerak di sektor jasa keuangan yakni Lembaga Keuangan Desa atau LKD sebanyak 2.453 BUMDes LKD. Tapi belum seluruhnya berbadan hukum. Dari total BUMDes LKD, tercatat sebanyak 1.305 yang telah berbadan hukum.