Pengamat Kebijakan Publik Universitas Ratu Samban, Salamun Haris, ketika dikonfirmasi RU, tak menampik direktif pemerintah tersebut.
Dia menyampaikan, mekanismenya dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria.
"Beleid itu, salah satunya mengatur soal Tanah Obyek Reforma Agraria atau TORA," ujarnya, menjelaskan.
BACA JUGA:Data Agricinal Produk Pemerintah, Jika Tak Percaya, Tempuh Jalur Hukum!
Lebih lanjut, dosen pengampu mata kuliah Kebijakan Publik itu menjelaskan, percepatan pelaksanaan reforma agraria fokus pada 5 hal yang meliputi legalisasi aset, redistribusi tanah, pemberdayaan ekonomi subjek reforma agraria, kelembagaan reforma agraria serta partisipasi masyarakat.
Sektor agraria yang kerap memantik dinamika sosial, menurut Salamun dalam kacamata pandang beleid ini mensinyalkan merupakan program strategis pemerintah.
Saking seriusnya, kata dia, pemerintah daerah diminta mendukung percepatan reforma agraria sehingga wajib menjalankan beberapa hal prinsip.
Mulai dari memasukkan program dan kegiatan mengenai reforma agraria ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah sekaligus mengalokasikan anggaran pendapatan belanja daerah yang pelaksanaannya, kata dia, menjadi obyek pengawasan pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
BACA JUGA:Genap Sebulan Aktivitas PT Agricinal Lumpuh, Nasib 800-an Karyawan di Ujung Tanduk
BACA JUGA:FMBP Ajukan Opsi Garap Lahan Eks HGU, Agricinal Minta Perlindungan Pemerintah
"Kerja-kerja tersebut menjadi salah satu indikator penilaian kinerja pemerintah daerah oleh kementerian dalam negeri," Salamun mengingatkan.
TORA dari Hasil Penyelesaian Konflik Agraria
Dijelaskan Pasal 18, obyeknya meliputi :
- Konflik Agraria di Kawasan Hutan;
- Konflik Agraria di non-kawasan hutan;
- Konflik Agraria di lahan transmigrasi;