Di tengah ambisi swasembada pemerintahan Prabowo-Gibran, akademisi menyoroti soal potensi penggunaan pupuk kimia dalam mengejar target, akan meninggalkan kerusakan tanah seperti zaman Presiden Soeharto yang menggeber produksi padi tahun 1984.
Waspadai Penggunaan Pupuk Kimia Berlebihan
Reformasi pertanian saat orde baru (orba), yang menggenjot penggunaan pupuk saat itu, pada titik tertentu justru akan berimbas dengan pengurangan kesuburan tanah yang otomatis mengoreksi produktivitas padi. Skema pertanian pangan berkelanjutan yang ramah lingkungan, menjadi harapan.
BACA JUGA:Bengkulu Utara Berniat Rekrut Penyuluh Pertanian
BACA JUGA:Miliki Peranan Penting, Penyuluh Harus Miliki Kapasitas
Melansir DW Indonesia, Muhawan Karuniasa, Ahli Lingkungan dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI), mengingatkan pemerintah, agar dalam mengejar produktivitas padi layaknya zaman orba, tidak dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia secara besar-besaran.
"Jangan sampai kita menggeber lagi dengan pupuk kimia....," ujar Muhawan.
Menyitir data BPS pada 15 Oktober 2024 lalu, melansir kondisi luasan lahan dan produktivitas sawah menurut Provinsi se Indonesia, diketahui lumbung-lumbung pangan nasional, khususnya padi.
Warta lembaga penyuplai data milik pemerintah itu, menampilkan digit angka produksi beras di Indonesia yang memiliki hamparan sawah seluas 10.046.457,29 hektar.
BACA JUGA:Usia Pensiun Penyuluh PPPK Perlu Ditambah
BACA JUGA:Tenaga Penyuluh PNS Kurang, Dinas Pertanian Berdayakan Penyuluh Swadaya
Secara kumulatif produktivitas padi di Indonesia pada angka 52,42 persen. Sedangkan produksi sawah yang mestinya dikunci dengan Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B di setiap daerahnya itu, pada 38 provinsi memiliki angka produksi sebanyak 52.659.237,12 ton.