BACA JUGA:Sebelum Pandemi dan Sesudah Itu Mati
"Hai, kalian berdua," sapa Manjia, ceria seperti biasa. "Aku sudah membuatkan makanan ringan untuk kalian."
"Terima kasih, Manjia," kata Bravia, tersenyum. "Kau selalu tahu apa yang kami butuhkan."
Manjia mendekat, matanya tertuju padaku. "Kau terlihat lelah, Bravia. Apa yang terjadi?"
"Aku hanya sedikit pusing," jawabku, mencoba mengabaikan mimpi aneh yang baru saja kuterima.
Manjia mengangguk, memahami situasi tanpa perlu penjelasan lebih lanjut. Dia selalu bisa merasakan apa yang kurasakan, seperti seorang saudara kandung yang memahami jiwa-jiwa kita.
BACA JUGA:PEREMPUAN YANG MENJUAL DIRINYA PADA JARAK
BACA JUGA:Anak Sekolah Dasar yang Mati Tak Berdasar
"Aku akan menjagamu," kata Manjia, "jangan khawatir."
Kami bertiga duduk di tepi pantai, menikmati makanan dan suasana sejuk. Bravia menceritakan tentang mimpi anehku, dan Manjia mendengarkan dengan seksama.
"Mungkin itu pertanda," kata Manjia, "pertanda bahwa kau harus menemukan jati dirimu."
"Aku setuju," kata Bravia, "kau harus menemukan makna hidupmu."
Aku terdiam, merenungkan kata-kata mereka. Mereka benar, aku harus menemukan jati diriku, makna hidupku.
BACA JUGA:Love or Ghosting
BACA JUGA:ULAR BERWUJUD MANUSIA
"Aku akan mencari jawabannya," kataku, "bersama kalian."