Sementara itu, sisa pangan merupakan pangan layak dan aman untuk dikonsumsi manusia yang berpotensi terbuang menjadi sampah makanan pada tahap distribusi dan konsumsi.
Dengan adanya metode baku ini, pemerintah pusat dan daerah, pelaku usaha pangan, penyedia pangan, dan pemangku kepentingan lainnya dapat melakukan analisis yang lebih tepat dan akurat.
“Sehingga kebijakan yang disusun dapat diarahkan lebih efektif, menangani titik-titik kritis di sepanjang rantai pasok pangan, dan memberikan solusi yang lebih strategis,” tambah Kepala Bapanas.
BACA JUGA:Mukomuko Miliki 4.675 Hektar Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
BACA JUGA:Dinas Ketahanan Pangan Usulkan 5 Ton Beras Cadangan Pangan Pemerintah
Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas Nyoto Suwignyo menjelaskan, metode ini telah diujicobakan kepada pemerintah daerah yang melibatkan instansi yang menangani pangan dan Bappeda di 15 provinsi pelaksana kegiatan Gerakan Selamatkan Pangan.
Kepala Sekretariat KSPL Gina Karina mengatakan bahwa kedua metode baku yang diluncurkan hari ini disusun berdasarkan dokumen Food Loss and Waste Protocol yang diluncurkan oleh 7 organisasi nonprofit terkemuka dunia pada 2013 lalu. Dokumen tersebut berisi metode perhitungan yang didasarkan pada kondisi di tingkat global.
Pihak KSPL pun berharap hal ini dapat menjadi langkah awal untuk mencapai target utama dari susut dan sisa pangan sebesar 50 persen di 2030 dan 75 persen pada 2024.
Sumber : Indonesia.go.id