ARGA MAKMUR RU - Kasus rudapaksa yang kembali mendera seorang anak di Kabupaten Bengkulu Utara (BU), turut membuat legislatif geram. Anggota DPRD dari Fraksi PAN, Edi Putra, SIP, menyuarakan soal ini.
Dia sangat menyayangkan bahkan mengecam keras aksi terkutuk ini. Bukan hanya memberikan preseden buruk bagi daerah. Tapi praktik rudapaksa ini, kata dia, sangat berimplikasi panjang yang patut dikhawatirkan memberikan dampak negatif dalam pembangunan manusia sebagai segmen pembangunan non infrastruktur. Edi turut mendorong pemerintah daerah melalui Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA), untuk mengoptimalkan langkah-langkah konkret, dalam upaya pencegahan praktik asusila di daerah. "Kita sedang dihadapkan dengan situasi darurat asusila terhadap anak. Dan kita tidak bisa hanya terpaku dengan penanganan hukumnya saja, langkah pencegahan harus dikedepankan. Kami berharap DPPA Bengkulu Utara dapat melakukan langkah konkret dan terobosan," desaknya menyeru. Politisi yang juga Wakil Ketua Komisi I itu berpandangan. Peningkatan kasus kekerasan terhadap anak seperti yang baru-baru ini terjadi di Napal Putih, harus menjadi alasan serius daerah, untuk melakukan langkah-langkah khusus dan serius. Dewan dari Dapil IV ini meminta, upaya DPPA Bengkulu Utara tidak hanya fokus pada pendampingan korban semata. Mengupayakan langkah preventif (pencegahan) dan juga preemtif (pembinaan), agar kasus kekerasan semacam ini tidak terjadi lagi. Lebih mengkhawatirkan lagi, adalah kemunculan kasus yang sama di wilayah lain yang mesti harus menjadi disikapi dengan langkah massif dan nyata. BACA JUGA:Angkutan BB Mogok, Truk Muatan Pupuk Masuk Jurang "Kasus kekerasan seksual pada anak di lingkungan keluarga, masyarakat bahkan sekolah ini, harus ditanggulangi secara komprehensif dengan menggandeng seluruh elemen. Edukasi bisa diberikan lewat Bimtek dan sosialisasi dalam bentuk apapun. Jangan menunggu setelah ada korban," tegasnya. "Kekerasan seksual kepada anak merupakan salah satu bentuk pelanggaran undang-undang. Dan menjadi kewajiban kita bersama untuk mencegah kekerasan pada anak mulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara," sambungnya lagi. Lebih jauh, Edi memastikan, secara kelembagaan ia menyatakan dukungan penuhnya terhadap langkah pencegahan terhadap kasus kekerasan seksual kepada anak ini. Khususnya di sektor dukungan anggaran yang didesain khusus untuk melakukan aksi daerah di sektor pencegahan dan pembinaan. "Jika diperlukan anggaran khusus untuk mendukung upaya pencegahan kekerasan seksual kepada anak, kami secara kelembagaan akan memberi dukungan tersebut," janjinya. Terpisah, Kadis DPPA BU, Solita Meida, M.Pd mengaku, DPPA Bengkulu Utara sudah berusaha untuk pro aktif. Dalam mengupayakan langkah-langkah pencegahan dan pendampingan kepada seluruh korban kekerasan kepada anak yang terjadi di daerah. Langkah konkret itu, kata Solita, dilakukan DPPA BU dengan cara jemput bola melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh lingkungan sekolah. Bahkan kata Solita, DPPA sudah membuat MoU bersama seluruh sekolah dan beberapa desa di daerah. Komitmen integritas itu, lanjut dia, dalam rangka mengoptimalkan pencegahan dan pendampingan terhadap korban kekerasan terhadap anak. "Konkretnya tanggal 22 November 2023 lalu. Kita ikut dalam kegiatan MKKS SMP se-Bengkulu Utara di Desa Jabi Kecamatan Napal Putih. Sistem kita jemput bola tapi numpang di kegiatan-kegiatan seperti yang diselenggarakan oleh MKKS, kemarin," bebernya. Langkah serupa, masih Solita, pula dilakukan dengan desa-desa di kabupaten. Melalui MoU itu, menjadi kanal sinergitas daerah bersama dengan lintas sektor. Baik itu bersama dunia pendidikan dan desa, berupaya menekan praktik kekerasan terhadap anak dan juga perempuan yang kian memprihatinkan. Bahkan jika kehadiran DPPA diperlukan, mantan Kabag Ortala Setkab BU itu bilang pihaknya siap terlibat dalam upaya-upaya pencegahan maupun pendampingan. Artinya, kata dia, DPPA membuka ruang seluas-luasnya kepada seluruh pihak untuk berkolaborasi mengatasi kasus-kasus kekerasan terhadap anak. Ditambahkan Solita, MoU yang sama juga telah dijalin DPPA Bengkulu Utara dengan pemerintah desa melalui DPMD Bengkulu Utara. Melalui MoU itu, Solita berharap, upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak, turut dimasukkan ke dalam program kerja pemerintah desa. "Kita berharap di tahun 2024 nanti, kerjasama dengan pemerintah desa ini bisa dioptimalkan lagi. Sehingga kita bisa berkolaborasi," harapnya. Dari sisi anggaran yang nangkring di OPD ini, relatif menimbulkan dilematika. Dijabarkan Solita, anggaran tersebut merupakan fiskal yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik. Penggunaannya sudah memiliki rel-rel yang sudah digariskan pemerintah yakni dalam konteks pendampingan terhadap korban. Dengan arti lain, anggaran tersebut baru dapat digunakan ketika kemunculan kasus yang menjadi obyek anggaran. Di luar peruntukan, seperti sosialisasi, contohnya, ditegas Solita tidak bisa dilakukan. "Intinya anggaran yang sudah ada saat ini, khusus untuk pendampingan korban. Dengan kondisi keterbatasan fiskal yang terjadi, layaknya daerah-daerah lain, dipastikan Pemda BU terus berupaya melakukan optimalisasi di sektor ini," tandasnya. (adv)
Kategori :