Banner Dempo - kenedi

Optimisme Industri Pengolahan Nonmigas

Merujuk data Kemenperin, secara umum, kondisi kegiatan usaha industri di bulan Desember 2023 tetap terjaga dari bulan November 2023. Pedagang melakukan promosi dan penjualan secara daring melalui media sosial di Pasar Pelita, Kota Sukabumi, Jawa Barat. AN-Radar Utara-

Ekonomi dunia boleh suram di tahun 2023, namun kalangan industri di tanah air tetap optimis menyambut 2024. Hal itu ditandai dengan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang masih menunjukkan ekspansif pada akhir 2023. Demikian pula dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) di Desember 2023.

 

“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2023 mencapai 51,32. Meskipun turun 1,11 poin dibandingkan November 2023, IKI masih ekspansi. Nilai ini juga meningkat 0,42 poin dibandingkan dengan nilai IKI Desember tahun 2022 yang sebesar 50,90,” jelas Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif.

 

Perlambatan IKI, dipengaruhi oleh penurunan nilai IKI pada 17 subsektor industri pengolahan nonmigas. Semua variabel pembentuk IKI mengalami penurunan, yaitu variabel pesanan baru turun 1,41 poin menjadi 53,44, variabel produksi turun 0,64 poin menjadi 53,86 dan variabel persediaan produk yang masih mengalami kontraksi dan mengalami penurunan nilai IKI sebesar 1,08 poin menjadi 42,21.

 

Kondisi tersebut menunjukkan terjadi tren peningkatan persediaan/stok produk pada industri pengolahan yang merata hampir di semua subsektor. Dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas, hanya dua subsektor yang variabel persediaannya mengalami ekspansi karena stok tersalurkan ke pasar.  

 

Berkurangnya jumlah hari kerja efektif karena Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 menyebabkan penurunan produktivitas industri pengolahan nonmigas pada Desember 2023. Kondisi pasar global juga belum pulih dan stabil, mengakibatkan perlambatan permintaan produk (pesanan) dari luar negeri.

 

Sebagai gambaran ekonomi global yang suram, terlihat dari ekonomi Tiongkok yang terus melemah. Hal itu terlihat dari sejumlah indikator, antara lain angka deflasi di tingkat konsumen (CPI) dan produsen (PPI), kenaikan suku bunga riil, penurunan impor Tiongkok.

 

Perlambatan ekonomi itu berpengaruh pada impor Tiongkok dari beberapa negara termasuk Indonesia yang melandai pada November 2023. Ekspor produk industri pengolahan nonmigas ke Tiongkok tercatat turun 6,44% dibandingkan bulan sebelumnya.

BACA JUGA: Membidik Target Ambisius Industri Pengolahan

Iklim Usaha Dalam Negeri

Iklim usaha di Indonesia sendiri pada akhir tahun ini diwarnai dengan penurunan harga komoditas ekspor dan kenaikan harga energi. Kondisi ini menyebabkan perusahaan yang telah mempersiapkan produknya untuk akhir tahun belum dapat tersalurkan ke pasar secara optimal sehingga terjadi penumpukan stok produk.

 

Penurunan terbesar nilai IKI dialami oleh industri komputer, barang elektronik & optik yang sekaligus menjadikan subsektor yang memiliki kontraksi tertinggi atau nilai IKI terendah. Subsektor ini sejak Oktober 2023 terus mengalami peningkatan kontraksi. Industri yang perlu mendapatkan perhatian lainnya adalah industri tekstil serta industri pengolahan lainnya.

 

Faktor dominan yang menyebabkan nilai IKI turun adalah pasar yang belum pulih terutama pasar luar negeri, daya saing harga jual dengan produk impor, ketersediaan bahan baku/penolong, dan waktu tunggu pengiriman.

 

IKI yang ekspansi dipengaruhi oleh ekspansinya nilai IKI pada 15 subsektor dengan kontribusi terhadap PDB triwulan III-2023 sebesar 86,3%. Dari 15 subsektor tersebut, lima subsektor mengalami kenaikan nilai IKI.

 

Peningkatan nilai IKI terjadi pada subsektor industri pengolahan tembakau, industri pakaian jadi, industri peralatan listrik, reparasi dan pemasangan mesin/alat, dan industri minuman. Dua subsektor di antaranya berubah dari kontraksi menjadi ekspansi dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu industri peralatan listrik serta jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.

 

Merujuk data Kemenperin, secara umum, kondisi kegiatan usaha industri di Desember 2023 tetap terjaga dari November 2023, dilihat dari kenaikan persentase jawaban responden yang menjawab kondisi usahanya membaik dan tetap mencapai 78,6%

 

Tingkat optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan (Januari--Juni 2024) naik dari 61,41% menjadi 62,39%. Faktor dominan optimisme pelaku usaha antara lain dari kondisi pasar, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, proses perizinan, dan inflasi.

 

Hampir semua subsektor memiliki ekspektasi atau optimisme yang besar terhadap kondisi bisnisnya di semester I - 2024 mendatang. Industri barang galian bukan logam memiliki optimisme terendah, yaitu sebesar 42,69%, sekaligus memiliki pesimisme tinggi, yaitu sebesar 21,37%. Hal ini diduga akibat kondisi over supplyyang terjadi di Indonesia.

 

Investasi Mengalir

Di sisi lain, investasi baru subsektor ini terus masuk. Optimisme rendah juga merupakan ekspektasi industri kayu, barang kayu, dan gabus (49,29%), sedangkan pesimisme tertinggi dan tinggi merupakan ekspektasi dari industri pakaian jadi (23,18%) dan industri tekstil (20,14%).

 

Menghadapi kondisi ke depan, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian terus berupaya melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait moratorium industri semen, serta penetrasi pasar nontradisional dengan melakukan business matching dan kerja sama internasional.

 

Berdasarkan data, terjadi peningkatan ekspor nonmigas ke negara Persatuan Emirat Arab (PEA) sebesar 2,73% (mtm) yang diduga pengaruh implementasi IUAE-CEPA pada 1 September 2023. Beberapa produk ekspor nonmigas Indonesia ke PEA yang meningkat di November 2023 di antaranya lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85), kertas, karton dan barang daripadanya (HS 48), serta kendaraan dan bagiannya (HS 87).

BACA JUGA: Menparekraf Tawarkan Peluang Investasi di Delapan KEK dan Lima DSP ke Investor Dubai

Target Pertumbuhan

Merujuk perkembangan yang ada, Menperin Agus Gumiwang dalam temu media akhir tahun di Bali, Kamis (28/12/2023), menyebutkan pihaknya telah mematok target pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada 2024 bisa mencapai 5,80 persen. Angka yang terbilang cukup agresif, mengingat sektor industri terus menjadi penggerak utama perekonomian nasional di tengah upaya pemulihan ekonomi dan mempercepat langkah menuju Indonesia Emas 2045.

 

Angka pertumbuhan 5,80 persen itu akan disumbang dari angka pertumbuhan Direktorat Jenderal Industri Agro,  sebesar 6,14 persen, Direktorat Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil 4,76 persen, Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) 6,87 persen serta Direktorat Industri Kecil Menengah dan Aneka (Ikma) 4,25 persen.

 

Selain angka pertumbuhan, Kemenperin juga menargetkan kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar 17,90 persen pada 2024. Sementara itu, nilai investasi sektor industri pengolahan nonmigas ditargetkan mencapai Rp630,57 triliun dan nilai ekspor produk industri pengolahan nonmigas mencapai USD186,40 miliar.

 

Untuk sisi penyerapan tenaga kerja di sektor industri pengolahan nonmigas, Kemenperin menargetkan 20,33 juta orang. Besaran target tersebut didapat dari hasil review Rencana Strategis (Renstra) Kemenperin 2020-2024 dengan melihat realisasi sampai dengan 2023. Sebagaimana rilis Kemenperin, kinerja industri pengolahan nonmigas menunjukkan tren meningkat, terutama di triwulan III-2023. Subsektor industri yang pertumbuhannya meningkat pada 2023 antara lain industri barang logam, komputer, barang elektronik dan optik, industri logam dasar dan industri angkutan. (*)

 

Sumber : Indonesia.go.id

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan