Banner Dempo - kenedi

Berharap Hujan Dolar dari Lembah Tengkorak

Petani bawang merah di Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat. Hasil tanamnya berpeluang meningkatkan skala ekspor produk pertanian. KEMENTAN--

Memasuki kawasan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pemandangan indah pun terhampar. Ke arah mana saja memandang, terlihat hijau tanaman.   

Selain dikenal sebagai penghasil buah markisa dan sayur-mayur, di sana juga mudah ditemukan tanaman bawang merah. Maklum, Kementerian Pertanian menjadikan Lembah Gumanti sebagai area pelaksanaan program unggulan Kampung Perlindungan Hortikultura Bawang Merah.

Seperti dikutip pada pertanian.go.id, Senin (23/10/23), Lembah Gumanti merupakan bagian dari sentra penyangga produksi bawang merah unggul dan menjadi kontributor penting dalam upaya meningkatkan ekspor produk pertanian Indonesia.  

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan pemerintah mendukung petani lokal dan memperluas potensi ekonomi di pedesaan.

Sejauh ini, sektor pertanian menempati peran strategis dalam perekonomian nasional. Ini didukung dengan berbagai program unggulan sektor pertanian yang dapat dihilirisasi untuk mendukung peningkatan ekspor. “Indonesia bisa jadi produsen pangan dunia, kita harus dorong, kita buktikan produk-produk Indonesia bisa go International, kita kurangi secara berkala importasi, dorong produksi dalam negeri,” kata Arief.

Melengkapi penjelasan tersebut, kata Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto, sentra-sentra tersebut adalah upaya adaptasi dan mitigasi terhadap dampak perubahan iklim. Langkah-langkah konkret telah diambil, termasuk penyediaan fasilitas penanganan hama, dan perlindungan tanaman.

“Ini menjadi terobosan kami dalam melakukan adaptasi dan memitigasi dampak perubahan iklim. Beberapa langkah konkret bahkan telah diambil, termasuk dengan memfasilitasi sarana penanganan hama. Kami juga membuat sumur dalam maupun sumur dangkal untuk sarana klinik pengendalian hama,” ujarnya, pada Senin (23/10/23) melalui pertanian.go.id.

 

Mendongkrak Perekonomian Lokal

Proyek kampung hortikultura di Kabupaten Solok, Sumatra Barat itu memiliki fokus yang jelas pada peningkatan nilai ekonomi masyarakat melalui penjualan hasil panen bawang merah baik di pasar dalam negeri maupun meraup dolar dari pasar internasional (ekspor).

BACA JUGA:Harum Aroma Industri Minyak Atsiri

“Kita harus berupaya untuk menjadikan Kabupaten Solok sebagai lembah surga sentra bawang merah, juga menjadikan ini sebagai fokus utama masa depan. Kita akan mewujudkan Kabupaten Solok menjadi kampung penyangga bawang merah nasional sekaligus menjadi target lokasi eksportir bawang merah ke depannya,” kata Jekvy Hendra, Direktur Perlindungan, Ditjen Hortikultura, Kementan, pada Senin, (23/10/23).

 

Mengubah Stigma

Selanjutnya, Jekvy menekankan, jika program ini memiliki dampak positif dalam menghapus stigma negatif yang terkait dengan pertanian bawang merah di Lembah Gumanti, Kabupaten Solok. Maklum saja, daerah Solok sebelumnya dianggap sebagai “lembah tengkorak” karena tingginya penggunaan pestisida kimia yang berbahaya.

Dengan adanya proyek kampung hortikultura, diharapkan pertanian bawang merah dapat menjadi lebih berkelanjutan dan aman bagi masyarakat serta lingkungan. Kementan telah memberikan bantuan berupa pengendali organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang ramah lingkungan, seperti pestisida biologi, feromon sex, dan perangkap kuning, untuk lahan seluas 45 hektare di Solok.

Upaya pengendalian hama dan penyakit ini merupakan bagian dari strategi untuk melindungi hasil pertanian dan menjaga ketersediaan air selama musim tanam. “Saya minta para pimpinan Eselon I dan II untuk menyusun Quick Win terkait fenomena El Nino dan langkah apa yang akan dikerjakan tiga bulan ke depannya. Pendampingan untuk penanganan OPT di pertanaman bawang merah ini penting untuk mendukung Quick Win tersebut,” kata Arief.

Sesuai dengan kebijakan yang ada, Tim Perlindungan dari Ditjen Hortikultura telah bermitra dengan dosen dari Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melakukan survei OPT di sentra bawang merah di Brebes dan Tegal pekan lalu. Bantuan yang diberikan oleh Kementan diharapkan dapat berkontribusi pada ketahanan pangan, pengurangan dampak perubahan iklim, dan peningkatan potensi ekspor produk hortikultura Indonesia. Ini adalah bagian dari komitmen pemerintah untuk mendukung pertanian berkelanjutan dan pembangunan ekonomi nasional.

 

Memperbanyak Sentra

Tidak hanya di Kabupaten Solok dan Brebes, beberapa hari lalu Pemerintah Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), melaporkan hingga Agustus 2023 produksi bawang merah total mencapai 102.655 ton. “Kabupaten Bima satu daerah sentra produksi bawang merah di NTB,” ujar HM Natsir, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bima, melalu keterangan tertulis di Mataram, Kamis (27/10/23) seperti dikutip antaranews.com.

Pada umumnya, produksi bawang merah bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

Cuaca

Cuaca yang tidak stabil, seperti kekeringan atau banjir, dapat berdampak negatif pada produksi bawang merah.

Teknologi pertanian

Penggunaan teknologi pertanian yang lebih canggih dan inovatif, seperti penggunaan pupuk yang tepat, irigasi modern, dan varietas tanaman yang unggul, dapat meningkatkan produksi.

BACA JUGA:Tata Ulang Perniagaan Gas Tabung Melon

Pemilihan varietas

Pemilihan varietas bawang merah yang sesuai dengan kondisi tanah dan cuaca setempat dapat memengaruhi produksi.

Pemeliharaan tanaman

Praktik-praktik pemeliharaan yang baik, seperti pengendalian hama dan penyakit, juga berperan penting dalam peningkatan produksi.

Faktor ekonomi

Harga bawang merah dan permintaan pasar juga dapat memengaruhi produksi. Harga yang tinggi atau permintaan yang kuat dapat mendorong petani untuk meningkatkan produksi.

Kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah terkait dengan dukungan petani, insentif, dan regulasi juga dapat memainkan peran dalam produksi bawang merah.

 

 Ketergantungan dan Kecukupan

Kementerian Pertanian tak hanya fokus terhadap produksi bawang merah, tapi juga terus mengawasi angka Import Dependency Ratio (IDR) dan Self Sufficiency Ratio (SSR). Seperti yang dilaporkan dalam “Analisis Kinerja Perdagangan Bawang Merah 2022”, nilai SSR komoditas bawang merah Indonesia 2017-2021 mencapai sebesar 100,17% hingga 100,54%. Nilai SSR menunjukkan besarnya produksi dalam kaitannya dengan kebutuhan dalam negeri. Ini berarti hampir sebagian besar kebutuhan bawang merah dalam negeri sudah dapat dipenuhi oleh produksi domestik.

Adapun halnya IDR, adalah formula yang menyediakan informasi ketergantungan suatu negara terhadap impor suatu komoditas. Dari laporan Analisis Kinerja tersebut pada periode 2017-2021 terlihat nilai IDR 0,01% hingga 0,04% yang menunjukkan Indonesia relatif tidak bergantung pada bawang merah impor.

Sumber : Indonesia.go.id

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan