Jelang Pemilu, Isu Politik Identitas Berkurang Drastis
Warga memeriksa kebenaran informasi melalui laman anti hoaks Kemenkominfo di Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/ Muhammad Ramdan--
Untuk mengatasi hal ini, Nezar mengatakan bahwa Kemenkominfo telah melakukan antisipasi sejak enam bulan sebelum Pemilu.
Kemenkominfo menggandeng berbagai stakeholders, termasuk media arus utama di berbagai platform, juga dengan platform media sosial yang menjadi tempat paling rentan untuk penyebaran disinformasi dan misinformasi.
BACA JUGA:Datangi Sekolah, Dinas Pendidikan Sosialisasi Tentang Kebencanaan
BACA JUGA:Jumlah Pemilih Tambahan 3.683 Orang di Mukomuko
“Kita bekerja sama dengan platform medsos, Google, Meta, Tiktok, X, dan lain-lain. Kita ada komitmen cukup bagus dalam menciptakan ruang digital yang sehat untuk menyukseskan Pemilu 2024,” jelas Nezar Patria.
Adapun Nezar menambahkan, sejak 1 Juli 2023 sampai 24 Januari 2024, pihaknya sudah mengidentifikasi 195 isu temuan hoaks di 2.885 konten.
Dari jumlah tersebut, 1.545 konten telah ditindaklanjuti, sementara sisanya masih dalam proses.
Wamen Kominfo menekankan bahwa pemilu hajatan berskala besar, sehingga Kemenkominfo berkolaborasi dengan banyak pihak, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ekosistem media, dalam satu jalur koordinasi untuk mengatasi kekacauan informasi. Polarisasi yang mungkin terjadi juga dicoba untuk diantisipasi.
BACA JUGA:Antarkan ODGJ ke RSJ Bengkulu Disiapkan Dana Rp42 Juta
BACA JUGA:Rp800 Juta Untuk Membeli Peralatan Tangkap Nelayan
"Dibutuhkan juga keterlibatan organisasi masyarakat, tim pemenangan, didapatkan kesatuan pandang dan kesamaan sikap. Kita harus menciptakan pemilu ini damai. Sarana integrasi bangsa," tegas Nezar.
Kepercayaan Media Meningkat
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengungkapkan, kepercayaan masyarakat terhadap media mainstream semakin meningkat menjelang Pemilu 2024.
Hal ini terlihat dari hasil survei yang menunjukkan bahwa rata-rata kepercayaan masyarakat terhadap media televisi mencapai 39 persen.
"Sekarang ada kondisi lebih kondusif, kepercayaan terhadap mainstream lebih tinggi. Mereka kembali ke sana. Masyarakat akhirnya memilih untuk melihat kebenaran informasi di media mainstream," katanya.