Pengusutan Dugaan Politisasi Anggaran Rp8,9 Miliar D I S E T O P
PRESS RILIS oleh Sentra Gakkumdu Kabupaten Bengkulu Utara yang resmi menghentikan dugaan pelanggaran Pemilu yang diduga melibatkan pejabat daerah atas pengesahan APBD 2024, Kamis 11 Januari 2024.-Radar Utara-
ARGA MAKMUR RU - Skandal voicenote yang menjadi obyek laporan ke Bawaslu Bengkulu Utara (BU), tak melaju ke penyelidikan. Itu setelah Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu dengan komposan Bawaslu, Kejaksaan dan Kepolisian. Menyimpulkan laporan dugaan pelangggaran Pemilu itu, unsur-unsurnya belum terpenuhi sehingga tidak bisa ditingkatkan statusnya ke penyelidikan.
Untuk diketahui, obyek laporan itu diawali dengan sebuah pesan berantai berupa catatan suara yang mirip dengan Ketua DPRD Bengkulu Utara (BU) Sonti Bakara, SH. Yang juga diketahui merupakan Caleg DPRD Provinsi Bengkulu dari PDIP sekaligus menjadi Terlapor dalam kasus yang menjadi perhatian publik.
Data terhimpun RU, mencermati poin-poin keterangan dalam paparan suara berdurasi 1 menit 59 detik itu. Lebih kurang pesannya adalah menerangkan telah tuntasnya proses penganggaran pengadaan motor dinas dalam APBD Tahun Anggaran (TA) daerah ini. Motor tersebut, bakal diperuntukkan bagi seluruh kepala desa dan lurah, sehingga total unitnya mencapai 220 unit.
Arsip RU, mencatat adanya keterangan petinggi daerah menerangkan soal anggaran sebesar Rp8,9 miliar tersebut. Sumber pengadaannya, bukan berasal dari transfer pemerintah. Tapi berasal dari kutipan resmi dalam bejana Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pesan suara itu, diduga disampaikan Terlapor kepada Ketua Forum Kades itu, berakhir dengan harapan mendukungnya dalam pencalonan sampai dengan memberikan dukungan kepada oknum caleg DPR RI.
Ketua Bawaslu BU, Tri Suyanto, SE yang memimpin jumpa pers di Sentra Gakkumdu, Kamis, 11 Januari 2024, yang membacakan hasil kesimpulan atas serangkaian proses pemeriksaan yang dilakukan. Menyimpulkan laporan dugaan pelanggaran Pemilu yang menyeret pentolan daerah itu, resmi dihentikan.
Diterangkan pula, tidak terpenuhinya unsur tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 547 dan Pasal 280 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Menyebabkan laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu Nomor : 05/REg/LP/Kab/07.03/XII/2023 itu pun, dinyatakan tidak terbukti sebagai Pelanggaran Tindak Pidana Pemilu.
"Maka Gakkumdu, menghentikan laporan dugaan pelanggaran Pemilu ini, sebagaimana ditandatangani oleh 3 instansi yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu," jelas Tri.
Sekadar menginformasikan, pasal yang menjadi obyek klarifikasi Gakkumdu adalah sebagai berikut.
BACA JUGA:Dilema ASN Dalam Pemilu 2024
Pertama diduga melanggar Pasal 547 UU Pemilu yang berbunyi : Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)
Berikutnya Pasal 280 ayat (2) huruf h yang menerangkan: Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa (huruf h,red), sebagaimana yang menjadi obyek dalam pengusutan laporan.
Disinggung soal tidak terpenuhinya unsur pelanggaran yang menjadi dasar dihentikannya pemeriksaan di level Sentra Gakkumdu? Gakkumdu menjelaskan, kewenangan pengesahan atas APBD, tidak berada di daerah sebagaimana diarahkan kepada SB, kata Gakkumdu yang merupakan calon legislatif DPRD Provinsi Bengkulu. Sesuai regulasi, lanjut menjelaskan, pengesahan APBD kabupaten/kota adalah oleh pemerintah pusat melalui Gubernur.
"Maka unsur menguntungkannya ini yang tidak terpenuhi. Begitu juga soal kewenangan," jelas komposan Gakkumdu mengangguk kompak.
Disinggung soal ahli yang mesti dilibatkan selama proses klarifikasi? Gakkumdu menjelaskan, dalam proses selevel dengan Pengumpulan Bahan dan Keterangan atau Pulbaket itu. Ahli yang turut dilibatkan adalah dari Kominfo serta Ahli Pidana. Namun Gakkumdu tidak menjelas gamblang ahli-ahli yang dilibatkan itu.
"Karena masih dalam pulbaket dan klarifikasi, pelibatannya baru melalui saluran komunikasi," jelasnya.
Sekadar mengulas, potensi penyalahgunaan wewenang hingga anggaran atau program yang bersumber dari uang negara yang rentan terjadi dalam tahun-tahun politik. Agaknya masih dibarengi dengan pandangan sempit soal apa itu korupsi.
BACA JUGA: Pelunasan Setoran Haji Terakhir 12 Februari
Korupsi masih lazim dimaknai dalam pandangan sempit yakni sebatas memperkaya diri sendiri atau orang lain. Padahal, cukup beragam praktik rasuah yang rentan terjadi di kanal-kanal layanan publik. Salah satunya, ketika proses rancang bangun anggaran. Mulai dari pusat hingga daerah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengulas lugas soal UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Beleid pidana khusus itu, menyebutkan adanya tujuh jenis korupsi diantaranya : Kerugian Keuangan Negara, Suap-Menyuap, Penggelapan dalam Jabatan, Pemerasan, Perbuatan Curang, Benturan Kepentingan dalam Pengadaan serta Gratifikasi.
Dalam penanganan dugaan pelanggaran Pemilu, Bawaslu juga diberikan kewenangan tidak hanya menggunakan Undang-Undang Pemilu tapi menggunakan aturan lainnya, sesuai dengan konteks dugaan pelanggaran yang diterima atas laporan atau pun hasil investigasinya sendiri. (bep)