Banner Dempo - kenedi

Belasan Warga Penganut Agama Kepercayaan di Bengkulu Utara

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Bengkulu Utara (BU), Suwanto, SH, MAP--

ARGA MAKMUR RU - Kemerdekaan berekspresi hingga anutan agama dan kepercayaan, menjadi salah satu ciri Indonesia sebagai wujud bangsa yang mejemuk. Tak ayal, kepastian hukum akan Hak Konstitusi Penganut Aliran Kepercayaan/Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan yang Maha Esa, menjadi konklusi Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 97/PUU-XIV/2016.

Lewat kepastian hukum yang telah bersifat final ini, negara wajib hadir dan menempatkan keberadaan komunitas sosial ini. Sebagai bagian dari hiruk-pikuk berbangsa dan penjelmaan kesamaan hak dan kewajiban warga negara di depan hukum.

Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Bengkulu Utara (BU), Suwanto, SH, MAP, tak mengelak keberadaan obyek putusan MK tahun 2016 itu. Membaca data base kependudukan di daerah, keberadaannya juga sudah menjadi bagian data penduduk di daerah yang memiliki 19 kecamatan yang terdiri dari 215 desa dan 5 kelurahan itu.

"Kalau membaca base data kependudukan, ada belasan orang," ungkap Suwanto, kemarin.

BACA JUGA:Debt Collector Wajib Bawa Ini

Dia menegaskan, pemerintah daerah dalam kerja-kerjanya, wabil khusus di bidang kependudukan. Tetap mendukung amanah konstitusi yang menjadi anutan bernegara. Karena itu, Suwanto mengharapkan, warga di daerah tidak perlu resah dan meyakini akan kehadiran negara dan pemerintah.

"Rujukan teknis juga sudah tegas dan jelas. Kepercayaan merupakan bagian tak terpisahkan dari administrasi kependudukan," tegasnya.  

Membaca perkara konstitusi yang sudah diputuskan MK pada 2016 silam, obyek gugatan itu terkait Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan melanggar hak warga negara untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif sebagaimana dijamin oleh Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Bahwa dengan mengacu pada pengertian diskriminasi dalam putusan-putusan Mahkamah. Di antaranya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 070/PUU-II/2004, bertanggal 12 April 2005, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 024/PUU-III/2005, bertanggal 29 Maret 2006.

Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007, bertanggal 22 Februari 2008, perbedaan pengaturan antar warga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk. Menurut Mahkamah tidak didasarkan pada alasan yang konstitusional.

Pengaturan tersebut telah memperlakukan secara berbeda terhadap hal yang sama yakni terhadap warga negara penghayat kepercayaan dan warga negara penganut agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan dalam mengakses pelayanan publik. Lagi pula jika dikaitkan dengan pembatasan terhadap hak dan kebebasan dengan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Menurut Mahkamah pembatasan demikian tidak berhubungan dengan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan bukan pula untuk memenuhi tuntutan yang adil dalam kehidupan masyarakat yang demokratis.  

Sebaliknya, pembatasan hak a quo justru menyebabkan munculnya perlakuan yang tidak adil terhadap warga negara penghayat kepercayaan sebagaimana yang didalilkan oleh para Pemohon. Dengan tidak dipenuhinya alasan pembatasan hak sebagaimana termaktub dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Maka pembatasan atas dasar keyakinan yang berimplikasi pada timbulnya perlakukan berbeda antar warga negara merupakan tindakan diskriminatif.

Oleh karena itu, dalil para Pemohon bahwa ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU  Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang kata “agama” dalam pasal a quo tidak dimaknai termasuk kepercayaan adalah beralasan menurut hukum. MK pun kemudian mengabulkan seluruh gugatan itu. (bep)

BACA JUGA:10 ASN Akan Dilatih Analis Laboratorium di Bogor

Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Kepercayaan
 
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;  

2. Menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan”;
 
3. Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;  

4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.  

Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul masing-masing sebagai Anggota, pada hari Rabu, tanggal delapan belas, bulan Oktober, tahun dua ribu tujuh belas. Yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal tujuh, bulan November, tahun dua ribu tujuh belas, selesai diucapkan pukul 10.27 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap Anggota, Anwar Usman, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Syukri Asy’ari sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili dan  
Pihak Terkait/kuasanya.

** Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 97/PUU-XIV/2016.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan