Surokim Abdussalam menambahkan, untuk apa sebenarnya orang orang itu berhimpun, jika hanya menjadi pemandu sorak Pilkada? menjadi Cheerleaders Pilkada?
BACA JUGA:Jaga TPS Pilkada Libatkan Anggota Linmas
BACA JUGA:Pilkada, Petahana Lawan Kolom Kosong
Sedangkan Titi Anggraini, Pengajar Hukum Pemilu di Univetsitas Indonesia, meyakini maraknya calon tunggal terjadi akibat terus terjadinya hegemoni dan penetrasi pencalonan Parpol di tingkat nasional hingga daerah.
Menurut Titi, kondisi calon tunggal melawan kotak kosong ini terjadi justeru diciptakan partai politik di tingkat nasional.
"Maraknya calon tunggal ini akibat hegemoni dan dominasi pencalonan elit politik pusat. Kotak kosong itu ekses dari agenda elit nasional, selanjutnya dipenetrasi melalui rekomendsi DPP, sehingga menghasilkan calon tunggal" ungkap Titi pada Minggu (8/9) lalu saat mengikuti webinar yang diselenggarakan The Constutional Democracy Initiative.
Untuk diketahui, pada helatan Pilkada serentak Tahun 2024, terdapat 41 satu calon tunggal yang akan berhadapan dengan kotak kosong.
BACA JUGA:Satlinmas Diminta Berperan Amankan Pilkada Serentak 2024
BACA JUGA:ASN Boleh Hadiri Kampanye Pilkada 2024
Calon tunggal yang akan melawan kotak kosong itu terdiri dari 1 Provinsi, 35 Kabupaten dan 5 Kota. Jika dibandingkan dengan Pilkada Tahun 2020, maka jumlah kotak kosong Pilkada Tahun 2024 melonjak drastis, karena pada Pilkada 2020 hanya ada 25 kotak kosong di Kabupaten dan Kota.