Tidak ada serangan fajar atau bagi-bagi uang untuk membeli suara. Dan yang paling aneh adalah, tidak ada perdebatan para calon lurah ketika sesi debat sedang berlangsung.
Semua warga di desa ini sedang tirakat, sampai terpilihnya lurah yang baru. Tirakat agar Tuhan menunjukkan siapa pemimpin terbaik.
Pada awal dimulainya debat, setiap calon lurah diizinkan untuk berbicara, memperkenalkan diri, menyapa para pendukung, dan memaparkan apa saja visi misinya secara lengkap dan menyeluruh.
Setelah itu sesi kedua, ini yang paling unik. Para calon lurah diminta minum segelas ramuan yang sudah disiapkan panitia.
BACA JUGA:Sepucuk Surat Untuk Gubernur Jenderal
BACA JUGA:Yang Pernah Menjadi Abu
Ramuan itu adalah ramuan dari leluhur, yang diambil dari akar pohon keramat yang terletak di belakang kantor kelurahan.
Setelah meminum itu, para calon lurah itu sudah tidak bisa lagi bersuara. Seolah suaranya disita oleh leluhur. Konon katanya, tradisi ini sudah turun-temurun, para sesepuh dahulu menilai, bahwa perdebatan hanya akan memecah belah warga, membuat warga terkotak-kotak, ini berdampak mengancam kerukunan di desa.
Setelah para calon lurah selesai meminum ramuan itu, diminta untuk berteriak sekencang-kencangnya. Yang terlihat hanya mulut yang menganga, benar-benar sudah tak punya suara.
Setelah itu para penduduk desa, secara bergiliran memegang microphone, menyampaikan berbagai pertanyaan, ditujukan untuk para calon lurah di depannya.
Dari pertanyaan yang dilontarkan, para calon lurah tidak menjawab secara verbal, karena mereka memang sudah tidak punya suara. Yang terlihat hanya tatapan mata, manggut-manggut, atau tersenyum, ketika menghadapi berbagai pertanyaan para warga.
BACA JUGA:POHON JAMBU WARISAN SI MBAH
BACA JUGA:Bukan Dia, Romeomu
Calon lurah yang tidak kuat membayangkan beban jabatan dari pertanyaan warga, diperbolehkan untuk langsung mundur dari podium.
Itu menandakan bahwa yang terpilih jadi calon, bukan karena ambisi kekuasaan, namun benar-benar karena ingin mengabdi pada masyarakat. Sementara calon lurah yang masih bertahan, tetap berdiri sampai semua pertanyaan warga selesai diutarakan.
Pertemuan debat dijadwalkan ada lima kali, pun selama lima kali debat itu berlangsung, para warga desa selalu melakukan tirakatan setiap malam.