"Kalau membanding tahun sebelumnya dengan periode yang sama, masing-masing 389 perkara dan 116 perkara," jabarnya, atas laju perkara selama 8 bulan dengan tahun yang berbeda.
Disinggung musabab perceraian? secara umum, pilihan mengakhiri bahtera rumah tangga itu disebabkan pertengkaran yang terus menerus. Pemicunya? lanjut Fatkul, didominasi persoalan ekonomi.
Meski begitu, ada juga perselingkuhan sampai dengan "cawe-cawe" pihak ketiga yakni orang tua yang turut campur terlalu jauh, dalam rumah tangga anak-anaknya. Ada juga soal dugaan kekerasan dalam rumah tangga.
"Tapi secara umum, dalil gugatan cerai didominasi alasan ekonomi," ungkapnya.
Dalam obrolan lebih kurang 30 menit itu, ditegasi Fatkul, soal adanya kesalahan paradigma di masyarakat tentang keberadaan Pengadilan Agama. Dimana, terus dia, PA, acap dianggap sebagai "lembaga pencerai".
Padahal, terus dia lagi, setiap hakim ketika disumpah, salah satu fungsinya adalah mengupayakan tidak terjadinya perceraian. Namun, bukan dimaknai melarang perceraian. Karenanya, terus dia, sebagaimana perceraian statusnya merupakan perkara perdata, maka jalur nonlitigasi selalu mendahului berlanjutnya proses litigasi.
BACA JUGA:Ngegombal Dikit Boleh Kan? Kek Bupati Mian Ini...
"Makanya ada yang namanya proses mediasi," ungkapnya.
Konkret dari upaya tersebut, terus dia, tingkat keberhasilan mediasi yang telah dilaksanakan pihaknya. Tahun ini rasio keberhasilannya mencapai 74 persen dari total 73 perkara yang dimediasi. Sedangkan untuk 2022 lalu, tingkat keberhasilannya 25 persen dengan jumlah 105 perkara.
"Dari sisi Banding, juga menurun. Dapat diartikan, hasil putusan PA juga memuaskan," pungkasnya.
Untuk diketahui, dari total 484 perkara gugatan, PA Arga Makmur berhasil melakukan memediasi terhadap 73 perkara sehingga urung batal bercerai. (bep)