Trenggono menjelaskan, ikan nila memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun global.
Data Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 sebesar US$14,46 miliar.
Nilai tersebut diproyeksikan meningkat sebesar 59 persen pada 2034 menjadi US$23,02 miliar dengan tingkat pertumbuhan pertahun (CAGR) 4,8 persen.
Dari sisi teknis produksi, Trenggono menjelaskan, budi daya nila salin mengedepankan penggunaan teknologi modern.
BACA JUGA:Cerita di Balik Surplus Neraca Perdagangan Indonesia
BACA JUGA:Aturan Baru Parkir Devisa, Valas Tenteram di Dalam Negeri
Di antaranya, berupa mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis IOT dan tenaga surya.
Selain itu, tambak sudah dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sehingga ramah lingkungan.
Nilai investasi yang digelontorkan KKP membangun BINS sebesar Rp46,6 miliar.
Trenggono mengatakan kehadiran BINS juga bisa menjadi solusi bagi tambak-tambak udang yang sudah tidak beroperasi optimal.
BACA JUGA:Menteri ESDM Tegaskan lagi Komitmen Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
BACA JUGA:Satu Dekade Masifnya Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Indonesia
Untuk itu KKP merencanakan revitalisasi terhadap 78 ribu hektare tambak udang di Pantura Jawa, untuk pengembangan budi daya nila salin. Sebab dari sisi produktivitas, budi daya nila salin jauh lebih produktif dengan hasil produksi 87,75 ton per hektare per tahun, dibanding tambak udang tradisional 0,6 ton per hektare per tahun. (*)