RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Indonesia merupakan daerah kepulauan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia.
Kondisi geografis semacam itu secara otomatis menciptakan peluang yang sangat besar bagi berkembangnya budi daya ikan di daerah pesisir.
Dari berbagai jenis ikan yang sering dibudidayakan, ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu ikan yang banyak dipilih para petambak.
Hal inilah yang membuat pemerintah terus melakukan penelitian guna menemukan bibit unggul yang bisa menjamin kelangsungan produksi jika ikan jenis itu dikembangbiakkan.
BACA JUGA:Indeks Kinerja Pariwisata Indonesia Melesat ke Peringkat 22 Dunia
BACA JUGA:Pensiunkan PLTU Batu Bara, Pemerintah Bahas Program Pendanaan Transisi Energi
Hasil riset yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah memberikan perkembangan signifikan terhadap daya adaptasi nila di air payau.
Yakni, dengan dikembangkannya varietas nila salin, dengan nama komersial Nila Salina (Saline Tolerance Indonesian Tilapia) yang diberikan oleh BPPT untuk pertama kalinya pada 2013.
Varietas ini merupakan ikan nila yang dikembangkan dari spesies nila air tawar sehingga dapat menoleransi kadar salinitas air yang lebih tinggi, yakni hingga di atas 20%.
Kemampuan beradaptasi nila salin ditopang oeh karakter euryhaline yang dimiliki mahluk air itu, sehingga memungkinkan untuk hidup di lingkungan air laut, air payau, maupun air tawar.
BACA JUGA:Menteri ESDM Tegaskan lagi Komitmen Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
BACA JUGA:Satu Dekade Masifnya Pembangunan Infrastruktur Transportasi di Indonesia
Komoditas Ekspor
Lantaran itulah, keputusan pemerintah untuk mendaulat ikan nila salin menjadi salah satu primadona komoditas sektor perikanan sangatlah tepat.
Nilai salin bakal disandingkan dengan produk udang vaname sebagai pasangan komoditas ekspor guna mendongkrak perolehan devisa negara.