RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Di penghujung musim libur nasional, harga cabai menjadi hal yang terus menjadi sorotan di masyarakat.
Tanaman jenis buah-buahan yang rentan memantik inflasi itu, kembali mencatatkan harga yang tetap saja mahal.
Pantauan selama ramadhan hingga penghujung libur idul fitri, di pasar tradisional seperti Pasar Purwodadi Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara, harganya di angka Rp 80.000/kilogram.
Cabai merah ini, sempat di harga Rp 45 ribu perkilogramnya yang membuat masyarakat lebih sumringah.
BACA JUGA:Harus Serius Dalam Pengelolaan Arsip Daerah
BACA JUGA:Arus Mudik dan Balik, HK Gelar Operasi Simpatik
Namun menariknya, di tengah hingar bingar harga cabai yang mahal.
Kondisinya tidak begitu dirasakan secara massif pada petani.
Sindikasi monopolistik di pasaran, terindikasi menjadi dalang di balik situasi yang secara nasional pun, sulit dikendalikan oleh pemerintah. Lebih-lebih di daerah.
Lonjakan harga yang kian parah, terjadi pada cabai rawit.
BACA JUGA:Nambah Libur, ASN Harus Siap Disanksi
BACA JUGA: Ini Bentuk Dukungan Pemerintah terhadap Petani
Rasa pedas si cabai yang berasal dari senyawa antioksidan yakni capsaicin itu, mengantarkan cabai rawit berada di tangga tertinggi.
Perkilogramnya, tembus di harga Rp 100 ribu perkilogramnya.
Konsistensi kenaikan, juga terjadi pada varietas tanaman yang rasa pedasnya tengah menjadi obyek penelitian untuk kepentingan dunia medis ini.