Menariknya, tiang-tiang yang menjulang menopang konstruksi atas bangunan tersebut tidak dibuat dari adukan semen melainkan campuran putih telur ayam dengan kapur.
BACA JUGA:Ramadhan dan Idul Fitri, Kuota BBM Cukup
BACA JUGA: Industri Animasi Berpotensi Melesat
Mereka meyakini, adukan putih telur ayam dan kapur jauh lebih kuat merekat dibandingkan bahan apa pun.
Hal itu terbukti, keenam sokoguru yang dicat warna putih itu sanggup menopang bangunan masjid untuk tetap berdiri kokoh sampai hari ini.
Bangunan masjid yang didirikan oleh Daeng Sawijaya dan para perantau Bugis itu luasnya mencapai 1.000 meter persegi di atas lahan sebesar 6.500 m2.
Masjid ini dibangun dengan banyak sekali jendela bukaan agar udara di dalamnya tetap sejuk.
Maklumlah, lokasinya berada di kawasan pesisir yang selalu terik sepanjang tahun.
BACA JUGA:Mau Aki Motor Tetap Awet dan Tidak Cepat Soak? Ikuti 9 Langkah Ini...
BACA JUGA:BREAKING NEWS! Jalan Provinsi di Teras Terunjam Mulai Terendam Banjir
sebagai rumah ibadah, Masjid Al Anwar ketika masa perjuangan mengusir penjajah, sering dijadikan tempat untuk mengatur strategi perang oleh para tokoh prakemerdekaan asal Lampung.
Ditulis dalam buku Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, sejumlah tokoh perjuangan tersebut, di antaranya, adalah Haji Alamsyah Ratu Prawiranegara, Kapten Subroto, KH Nawawi, dan KH Thoha.
Naskah Tua
Selain sebagai pusat pengembangan agama Islam di Bandarlampung, di masjid bersejarah ini tersimpan Al-Qur’an yang berusia lebih tua dari berdirinya Masjid Al Anwar.
Masih tersimpan pula sekitar 700 naskah dan buku agama Islam berusia di atas 150 tahun dalam bahasa Melayu, Portugis, Arab, dan Belanda.
BACA JUGA:Jangan Sampai Terlewatkan! Ini 5 Tips Jitu Untuk Menurunkan Berat Badan Saat Puasa