KETRINA.RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Rencana pengalihan jalan nasional yang di agendakan oleh pihak Balai dalam menunjang jalannya proyek pembangunan akses jembatan yang diagendakan di TA 2024, masih menuai jalan buntu.
Dipastikan hingga Jumat, 1 Maret 2024, masyarakat di lima desa yang berada disepanjang ruas jalan lama via Urai-Batiknau, belum merestui agenda pengalihan jalan yang dilontarkan oleh pihak Balai tersebut.
"Sampai hari ini, masyarakat masih menolak, khususnya terkait angkutan batu bara yang rencananya mau lewat jalan bawah (Urai-Batiknau)," ujar Kades Urai, Nodi Haryanda, kepada Radar Utara.
Selain dipicu soal sikap masyarakat yang tidak setuju dengan adanya aktivitas angkutan batu bara, kata Kades.
Masyarakat juga merasa khawatir terhadap nasib akses jalan lama yang saat ini sudah lumayan dalam kondisi baik justru menjadi rusak.
BACA JUGA: Upah Borongan Hingga Jatah Beras Karyawan PT Air Muring, Bermasalah?
BACA JUGA: AWAS! Jangan Sampai Terjerat Kasus Hukum, Desa Harus Lakukan Ini
"Masyarakat khawatir jalannya jadi rusak dan nantinya siapa yang bertanggung jawab? Karena sampai sekarang jalan bawah itu statusnya belum jelas milik siapa. Kira-kira itulah alasan yang membuat masyarakat belum setuju dengan rencana pengalihan jalan tersebut," pungkasnya.
Kades, menyarankan, sebaiknya pihak terkait dapat melakukan sosialisasi dan berdialog langsung dengan masyarakat di lima desa yang berada disepanjang jalan lama tersebut.
Kades menilai, cara tersebut akan jauh lebih efektif bagi pihak terkait untuk mendengarkan atau menampung apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat atas rencana pengalihan jalan tersebut.
"Sebaiknya bisa kumpul masyarakat lima desa. Dibuat pertemuan setiap desa. Nanti bisa sosialisasi dan bisa kita dengarkan bersama apa yang menjadi alasan masyarakat," saran Kades.
BACA JUGA: Korban Bencana Alam Bakal Terima Bantuan Stimulan Perbaikan Rumah
BACA JUGA:Dinas PU Turun Tangan Pungut Sampah Sisa HUT Mukomuko
"Kami kepala desa (Kades) tidak berani menjamin. Nanti kita sampaikan boleh, masyarakat justru melarang. Ini justru akan menimbulkan konflik," demikian Kades. (*)