Pemungutan obyek pajak yang belum masuk dalam Perda PDRD, patut diduga menyalahi aturan, lantaran mengeksekusi pundi-pundi secara ilegal, tanpa landasan hukum.
BACA JUGA:Cawapres Mahfud MD Diagendakan ke Bengkulu Utara. Hadiri Istighosah dan Doa Bersama di Ponpes Ini...
BACA JUGA: 288 Perkara di Tahun 2023, Kasus Asusila Terhadap Anak Tinggi
Sekda BU, H Fitriansyah,SSTP, MM, tak menampik pencermatan yang tengah dilakukan daerah, dalam proses salin rupa tiga basis layanan itu menjadi BLUD.
Memang tidak serta merta dapat dilakukan. Karena dalam proses pembuatan dasar hukum daerah, wajib berkelindan jenjang regulasi yang ada di atasnya.
"Satker pemrakarsa akan melakukan studi komparatif dan konsultatif," ujar Sekda, menjelaskan.
Diakui Sekda, ketiga sektor layanan ini, memiliki potensi strategis menyokong penerimaan daerah yang tahun ini dipatok Rp 25 miliar itu.
BACA JUGA: Buku 'Bengkulu Hebat' Karya Gubernur Rohidin Masuk iPusnas
BACA JUGA:Rogoh Dana Belanja Tak Terduga Untuk Irigasi Jebol. Ini Saran Ketua KTNA...
Meski begitu, penyelenggaraannya, wajib memiliki payung hukum yang jelas. Bukan itu saja, dalam proses ini daerah juga melakukan kajian produk hukum daerah yakni Perda PDRD.
"Karena semua pajak dan retribusi yang dilakukan daerah, wajib ditegaskan dalam perda yang menjadi rumpun aturan UU HKPD," ujarnya.
Kalau pun belum ditegaskan secara eksplisit, kata Sekda, memungkinkan dapat ditegasi lewat aturan teknis dan operasional lewat direktif kepala daerah.
RU mencermati, penegasan eksekutorial dalam Perkada, bersifat penjelasan teknis dan operasional, namun bersifat penegasan atas beleid yang sudah tertulis dalam perda.
Manakala, penegasan basis PAD itu ditegasi dalam Perkada, tapi tidak ditegaskan dalam Perda. Pelaksanaannya, patut diduga cacat hukum sehingga ilegal.
BACA JUGA:Terus Jadi Sorotan, ASN Semakin Nekat!
BACA JUGA: Irigasi Utama Kemumu ke Tebing Kaning, Jebol