RADAR UTARA - Kendati proses penyatuan UKL-UPL terhadap kegiatan perkebunan kelapa sawit seluas 6.269,5367 hektar untuk kegiatan operasional pabrik minyak kelapa sawit 60 ton TBS/jam. Dan terminal khusus seluas 4,07 hektar di Desa Pasar Sebelat Kecamatan Putri Hijau oleh PT Agricinal menjadi Amdal, belum tuntas. Namun tidak berpengaruh terhadap aktivitas produksi atau kegiatan di pabrik pengolahan CPO di perusahaan perkebunan peninggal orde baru ini.
Informasi yang dihimpun dan pantauan Radar Utara di lapangan. Aktivitas perusahaan yang telah beroperasi sejak tahun 1980-an hingga dikabarkan telah mengantongi perpanjangan/perbaruan HGU hingga tahun 2045 tersebut. Khususnya dalam aktivitas pengelolaan CPO di pabriknya, masih tetap berjalan normal seperti biasa. Kepulan asap hitam, masih terlihat dan menandakan jika aktivitas produksi di pabrik itu masih berlangsung tanpa kendala. "Harusnya, sebelum Amdal keluar. PT Agricinal tidak boleh beraktivitas sampai dengan proses perizinan Amdal selesai dan resmi mengantongi izin sesuai aturan," kritik salah satu pemuda Pekal asal Desa Suka Merindu, Ibnu Maja, Amd.Komp. Ibnu Maja, meminta kepada jajaran dinas terkait di lingkungan Pemkab Bengkulu Utara maupun Pemprov Bengkulu. Untuk melakukan penertiban terhadap aktivitas PT Agricinal khususnya yang berkaitan dengan dugaan aktivitas yang wajib namun belum mengantongi Amdal. BACA JUGA: Jembatan Gantung Pagardin, Godang: Mata dan Hati Pemerintah Sudah Buta! "Dinas terkait harusnya menyetop kegiatan pabrik PT Agricinal karena Amdal belum keluar. Jangan dibiarkan dan diam begitu saja," desaknya. Terpisah, salah seorang warga yang sebelumnya, berprofesi sebagai pengmpul TBS di wilayah Putri Hijau. Turut mengaku dan memastikan, aktivitas pabrik Agricinal tetap berjalan normal. Hanya saja, sumber yang meminta namanya tak dituliskan dalam pemberitaan ini, mengaku jika saat ini, kuantitas buah TBS yang masuk sudah jauh menyusut dari biasanya. "Kalo pabrik tetap jalan seperti biasa dan menerima buah. Cuma buahnya yang sedikit bahkan kami sekang sudah tidak membeli langsung ke petani seperti dulu. Cuma numpang angkutan saja ke RAM dan mengantar ke pabrik karena buah petani sudah sedikit," ujar sumber ini. Sementara itu, saat dikonfirmasi Radar Utara, Camat Putri Hijau, Ahmadi mengakui. Bahwa sejak agenda konsultasi publik penyusunan Amdal yang sempat di agendakan oleh PT Agricinal di Hotel Santika, Bengkulu beberapa waktu menuai sorotan dari banyak pihak. Kata Camat, belum ada informasi yang terkait sampai ke kepada pemerintah kecamatan. "Dari agenda konsultasi publik tentang penyusunan Amdal yang sempat di agendakan di Bengkulu, lalu. Sampai sekarang belum ada informasi lagi yang kami terima," demikian Camat. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, protes keras juga disampaikan oleh masyarakat di Desa Pasar Sebelat Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara. Ini menyusul dugaan aktivitas perusahaan yang masih terkesan merahasiakan perpanjangan HGU-nya dari masyarakat itu. Diduga, masih aktif dan mengelola serta mengambil hasil/produksi dari tanaman kelapa sawit yang ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS). BACA JUGA: 7 Desa ke Kabupaten, Bulan Ini Pinang Raya Tuntaskan Klarifikasi APBDes 2024 Informasi dan temuan masyarakat di lapangan, memastikan bahwa area DAS yang mestinya diharamkan untuk dikelola dan dan digarap oleh perusahaan. Masih terlihat ada oknum yang diduga atas perintah PT Agricinal, melakukan aktivitas produktif/panen di area DAS wilayah aliran sungai Senabah dan aliran sungai tepat di lokasi pendaratan nelayan Pasar Sebelat. Padahal idealnya, sepengetahuan warga setempat. Paska perpanjangan izin dan pembaharuan terhadap luasan HGU, PT Agricinal tidak memiliki hak lagi, untuk menguasai, mengelola dan mengambil hasil sepanjang DAS. "Fakta yang kita temukan di lapangan sampai hari ini (Selasa, 9 Desember 2024), perusahaan (PT Agricinal) masih menguasai, mengelola dan mengambil hasil dari tanaman yang ada di DAS," ungkap warga Desa Pasar Sebelat, Julian. Tentu kata Julian, masyarakat menyayangkan sikap PT Agricinal yang masih menguasai dan mengelola hasil dari tanaman yang ada di sepanjang areal DAS tersebut. "Kalau masyarakat yang memanen, dihadapkan dengan hukum dan dipenjara. Bagaimana kalau yang memanen perusahaan (bukan haknya)?," imbuhnya dengan nada kesal dan kecewa. Julian berharap, sikap perusahaan yang masih ngotot menguasai dan mengambil hasil panen pada tanaman yang ada di sepanjang areal DAS, bisa ditindak tegas oleh pihak terkait atau penegak hukum. "Kami minta pihak-pihak terkait bisa menjalankan aturan yang semestinya dan menerapkan aturan secara tegas," demikian Julian. (sig)
Kategori :