ARGA MAKMUR RU - Sindikat rente alias rentenir, diduga kuat masih menjadi pandemi sosial di masyarakat. Salin rupa lintah darat yang kian beragam. Tak hanya di dunia nyata. Tapi juga bergerilya di dunia maya. Ada pula yang menjelma mirip koperasi. Nyatanya, berjalan tak seirama dengan keinginan sang pendirinya; Bung Hatta. Dimana, semangat koperasi adalah dari anggota untuk anggota.
Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Bengkulu Utara (BU), Rimiwang Muksin, tak menyangkal kondisi ini. Namun dalam praktik kerja-kerjanya, lanjut dia, pemerintah daerah dihadapkan dengan dilematika dalam memupus praktik rente. Segala gerak administratif dan teknis, kata dia, tidak melenceng dari rel-rel regulasi. "Obyek pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah lembaga keuangan resmi," ujarnya. "Status rentenir, bukan lembaga keuangan," tegasnya. Sejauh ini, langkah mempersempit ruang gerak dan kaki-kaki sistem rentenir, secara tidak langsung terus dilakukan pemerintah. Upaya itu, kata dia, melakukan sosialisasi kepada pelaku-pelaku usaha yang ada di daerah, untuk tidak terlibat langsung dengan praktik rente. Langkah berikutnya, masih dia, adalah melakukan sosialisasi dengan melibatkan lembaga-lembaga keuangan yang berkompeten. Mulai dari swasta murni atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). "Memupus rantai praktik rente ini, dapat juga dilakukan dengan menolak keberadaannya dengan tidak meminjam," wejangnya. Mantan Camat Air Besi ini menerangkan, langkah untuk memastikan perguliran lembaga keuangan yang ada di daerah dalam performa positif. Pihaknya mewajibkan lembaga keuangan yang terdaftar di daerah, secara periodik menyampaikan laporan hasil Rapat Akhir Tahun (RAT), sebagai kendali administrasi dan pengawasan oleh daerah. BACA JUGA:Warung Pangsit Hingga Toko Manisan, Ini 11 Korban Kebakaran Pasar Ketahun "Sejauh ini RAT menjadi salah satu rujukan prinsip. Artinya, setiap koperasi wajib menyampaikan RAT tepat waktu," Rimiwang menegas. Kekhawatiran daerah ini lumrah. Tahun lampau, pernah terjadi sebuah koperasi berujung menjadi ladang praktik curang dalam program simpan pinjam. Munculnya di tahun itu, gelombang laporan nasabah merugi oleh praktik bisnis dengan iming-iming untung besar pada produk deposito yang didagangkan Koperasi BMT-L Risma. Tapi akhirnya, berujung dengan laporan kepolisian. Mirisnya, akibat praktik tipu-tipu berkedok koperasi itu, simpanan masyarakat di daerah ini sebagai nasabah, lenyap begitu saja. Semua kantor cabang yang ada di daerah ini, sampai dengan keberadaan kantor lainnya di Kota Bengkulu sampai dengan kantor yang berkedudukan di Provinsi Lampung, semuanya berstatus sewa. Dalih para pengurus yang ujungnya dicokok polisi gegara penipuan pun, mengaku uang nasabah habis untuk menopang kebutuhan operasional. "Pemerintah daerah terus berupaya, untuk memastikan seluruh aktifitas lembaga keuangan di daerah dilakukan oleh lembaga keuangan yang sehat," tandasnya. (bep)
Kategori :