"Danu..." gumam Barbara, matanya berkaca-kaca. "Aku merindukanmu."
Barbara meraih ponselnya, membuka galeri foto. Di sana, tersimpan foto Danu yang diambil diam-diam saat pertemuan pertama mereka. Dia menatap foto itu dengan penuh kerinduan.
"Aku ingin kau tahu," bisik Barbara, suaranya bergetar.
"Aku mencintaimu."
BACA JUGA:Kembali ke Laut
BACA JUGA:Ibu Sambung
Barbara menutup galeri foto, matanya kembali menatap langit senja. Dia tahu, cintanya pada Danu adalah cinta yang tak terbalas. Tapi, dia tak bisa menahan rasa rindu yang membara di hatinya.
"Selamat Natal, Danu," bisik Barbara, air matanya menetes di pipi.
"Semoga kau dan keluargamu bahagia."
Barbara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya. Dia tahu, dia harus melupakan Danu. Dia harus fokus pada hidupnya sendiri, pada mimpinya untuk menjadi penulis terkenal.
"Aku akan baik-baik saja," gumam Barbara, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Aku akan melupakanmu."
BACA JUGA:MAKAM KERAMAT BAH UYUT
BACA JUGA:Penjamah di Tanah Tuah
Tapi, dibalik kata-kata itu, tersimpan sebuah harapan. Harapan bahwa suatu saat, dia bisa bertemu dengan Danu lagi. Harapan bahwa suatu saat, dia bisa mengungkapkan perasaannya pada Danu. Harapan bahwa suatu saat, dia bisa mendapatkan cinta yang tak terbalas.
Tahun kedua musim gugur tiba, setelah pertemuan terakhir mereka, Barbara mendengar kabar yang mengejutkan. Danu ditinggalkan oleh istrinya. Berita itu memenuhi pikiran Barbara dengan berbagai emosi. Dia merasa sedih untuk Danu, tetapi di sisi lain, ada rasa ingin tahunya yang semakin menguat.
Suatu sore, saat Barbara sedang berjalan di taman, dia melihat Danu duduk sendiri di bangku yang sama tempat mereka biasa berbincang. Raut wajahnya terlihat lelah dan murung. Tanpa berpikir panjang, Barbara menghampirinya.