Seperti contoh, kata dia, Indonesia yang begitu luas tentunya memiliki kawasan-kawasan yang memiliki tingkat keterjangkauan yang bervariatif. Bisa jadi, karena dipengaruhi oleh letaknya secara geografis.
BACA JUGA:Kebutuhan Meningkat Saat Nataru, Kenaikan Harga Diklaim Tekendali
BACA JUGA:Mendekati Nataru, Harga Cabe, Bawang, Kedelai Melonjak
“Rentang (permakluman) inflasi ini, menjadi cermatan. Karena ketika diakumulasi menjadi data makro, maka akan menjadi tingkat inflasi secara nasional. Inilah yang terus dikendalikan secara parsial berbasis daerah-daerah,” tuturnya menjelaskan.
"Dan apa yang mempengaruhi inflasi ini, dinamis. Maka perlu, kecermatan, sinergis dalam langkah improvisasi yang dilakukan," susulnya lagi menjelas.
Beberapa hal yang memberikan pengaruh, kata Sekda, bukan saja situasi dalam negeri. Tapi geopolitik di tataran regional hingga global, layaknya peperangan yang masih terjadi di beberapa negara.
Jika diperhatikan, kata Sekda, inflasi sangat dipengaruhi bahan pokok. Seperti beras, bawang merah yang sempat dikembangkan daerah, meski bertahap. Peta geopolitik yang terjadi, lanjut dia, menjadi cermatan serius pemerintah yang kemudian menjadi wanti-wanti pusat kepada daerah agar diantisipasi.
BACA JUGA:Stabilitas Harga Pangan Jelang Nataru, Disperindag Gelar Pasar Murah di Ipuh
BACA JUGA:Jelang Nataru, Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok Masih Wajar
Sebut saja, India, kata Sekda pada Agustus 2023 silam, pernah mengambil direktif sepihaknya dengan menyetop ekspor beras. Kekeringan melanda di sana. Skenario, melawan rantai pasok swasta lewat program-program pemerintah, menurut Sekda, sangat mungkin dilakukan sebagai data-data komparatif.
Untuk diketahui, Bengkulu Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Bengkulu yang mendapat apresiasi dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dalam pengendalian inflasi berupa Alokasi Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan Untuk Kelompok Kategori Kinerja senilai Rp 9,6 miliar yang ditampung APBD Perubahan TA 2023.
Rembet akibat seteru geopolitik, pernah terjadi dan dirasakan pelaku industri tempe dan tahun di daerah ini.
Shoheh, seorang pelaku UMKM di Arga Makmur mengaku pernah mengalami pembelian harga kedelai yang melonjak tajam, hingga Rp 740 ribu per karungnya dengan ukuran 40 kg. Dalam situasi normal, saat itu diceritakan Shoheh harganya Rp 450 ribu perkarungnya.
BACA JUGA:Kebutuhan Meningkat Saat Nataru, Kenaikan Harga Diklaim Tekendali
BACA JUGA:Mendekati Nataru, Harga Cabe, Bawang, Kedelai Melonjak
"Waktu itu, katanya pasokan kedelai kita kan dari luar negeri. Nah kapal yang mengangkut, jadi korban perompak di laut merah. Pasokan jadi lambat. Harga otomatis naik, karena barang ga ada," bebernya.