RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Indonesia pernah dikenal sebagai produsen rotan terbesar di dunia, dengan sekitar 80 persen bahan baku rotan global berasal dari tanah air.
Negara ini dahulu mendominasi pasar internasional, dengan hasil rotan yang melimpah dan berkualitas tinggi.
Namun, seiring berjalannya waktu, status tersebut mulai terkikis, dan berbagai tantangan internal menghambat perkembangan industri rotan nasional.
Meskipun demikian, berdasarkan data Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (Asmindo), Indonesia masih menyuplai sekitar 85 persen produksi rotan dunia, dengan kapasitas produksi mencapai 690.000 ton per tahun. Bahkan, pada 2022, nilai ekspor rotan Indonesia tercatat mencapai USD2,5 miliar.
BACA JUGA:Mendorong Daya Saing Industri Rotan Indonesia di Pasar Global
BACA JUGA:Mengembalikan Kejayaan Rotan Indonesia
Meski angka itu menggembirakan, industri rotan nasional masih menghadapi tantangan besar, baik dari segi ketersediaan bahan baku, teknologi, hingga kebijakan yang tidak selalu berpihak pada pelaku usaha rotan dalam negeri.
Dalam konteks itu, Cirebon pernah menjadi pusat industri rotan di Indonesia, dengan masa kejayaan pada periode 2001 hingga 2004. Pada masa itu, industri rotan di Cirebon mencatatkan pertumbuhan yang signifikan, dengan 1.060 unit usaha beroperasi.
Sentra rotan nasional itu mampu memproduksi hingga 91.181 ton rotan, serta mengekspor 51.544 ton rotan senilai USD116,57 juta. Industri ini juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dengan lebih dari 61.000 orang terlibat di sektor ini.
Namun sejak 2005, industri rotan di Cirebon mulai mengalami kemunduran. Produksi, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja menurun drastis. Salah satu penyebab utama kemunduran ini adalah sulitnya mendapatkan bahan baku rotan yang berkualitas.
BACA JUGA:Industri Kreatif Indonesia Berhasil Menembus Pasar Internasional
BACA JUGA:Mendorong Kinerja Industri Manufaktur Ekspansif, Ekonomi Stabil
Di saat yang sama, negara-negara pesaing, seperti Tiongkok dan Taiwan, mampu mendapatkan pasokan bahan baku dengan lebih mudah dan memproduksi desain rotan yang semakin kompetitif di pasar global.
Di sisi lain, adanya kebijakan yang memperbolehkan ekspor bahan baku rotan dan rotan setengah jadi.
Kebijakan tersebut dinilai menyebabkan industri pengolahan rotan dalam negeri kekurangan pasokan bahan baku. Sedangkan, negara-negara pesaing justru mendapatkan keuntungan besar dari aliran bahan baku tersebut.