Mengejar Target Produksi Minyak Bumi
Untuk mengejar target lifting, SKK MIgas bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di hulu migas telah melakukan berbagai usaha untuk dapat menggenjot produk. Salah satunya dengan menyelesaikan pembangunan beberapa proyek migas. Salah satu conto--
Tugas berat itu ada di pundak Satuan Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas). Untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi yang terus meningkat, lembaga negara tersebut tiap tahun dituntut untuk terus berpacu meningkatkan lifting (tingkat produksi minyak mentah) minyak dan gas (migas).
Yang dimaksud dengan lifting minyak adalah minyak hasil produksi yang telah diolah dan siap untuk digunakan. Lifting minyak dapat berbeda dengan produksi minyak. Produksi minyak adalah total produksi minyak dari perut bumi.
Dari total produksi itu, tidak seluruhnya dipakai, melainkan sebagian digunakan untuk eksplorasi minyak bumi. Jumlah minyak total produksi dikurangi dengan bagian yang digunakan untuk eksplorasi lagi itu disebut minyak lifting.
Tahun 2023 ini misalnya, pemerintah (sesuai dengan APBN TA 2023) memasang target lifting minyak sebesar 660 ribu barel per hari (BPOD). Selanjutnya, 2024 diberi target lebih rendah, yakni sebesar 635 ribu bph. Sementara itu pada 2030, SKK Migas mendapat beban target lifting minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari (BPH) dan untuk gas bumi sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD).
Angka target yang cukup besar, mengingat kemampuan SKK Migas mewujudkan target yang dipatok di APBN, masih tertatih. Namun, waktu tersisa tujuh tahun ke depan, memberi ruang SKK Migas menyusun strategi agar target 1 juta bph terwujud.
Penyebab Lifting Turun
Adapun capaian lifting minyak bumi tanah air, hingga semester I-2023, sebesar 615,5 ribu barel per hari (bph). Angka tersebut lebih tinggi dari realisasi pada periode yang sama 2022 (sebanyak 614,5 ribu), namun lebih rendah dibandingkan target semester 1-2023 sebanyak 618,7 ribu.
Menuju akhir 2023 yang tinggal dua bulan lagi, merujuk pernyataan Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf, SKK Migas akan terus berupaya menggenjot lifting minyak untuk bisa mencapai target 2023 sebesar 660 ribu barel bph. Meski, angka tersebut agak sulit dicapai. Mengingat per hari ini (November 2023), produksi minyak masih di bawah 600 ribu bph. Namun, sebagaimana diungkap Nanang Abdul Manaf dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/11/2023), SKK Migas optimis mampu merealisasikan target 2024 sebesar 635 ribu bph.
Sulitnya mencapai target lifting di 2023, sebelumnya sudah disampaikan pula oleh Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo. Berbicara dalam Jumpa Pers SKK Migas semester I-2023 di Gedung Wisma Mulia, Jakarta, Selasa (18/7/2023), Wahju menyampaikan, SKK Migas memprediksi hanya mampu memproduksi 621 ribu barel minyak per hari. Angka itu berpatok pada Work Program & Budget (WP&B) SKK Migas.
BACA JUGA:Langkah Jitu Menangkal Banjir Impor
“Kemampuan yang kita prediksi itu di 621 (ribu BOPD). Semoga saja akhir tahun kita bisa sampai," jelas Wahju.
Belum terealisasinya target lifting minyak pada 2023, menurut Wahju, merupakan pekerjaan rumah SKK Migas. Hal tersebut, antara lain, diakibatkan oleh beberapa proyek mengalami keterlambatan (delay) target produksi (onstream). Sebab kedua, adalah hasil pengeboran yang tidak sesuai target. Ada 100 sumur yang tidak bisa diselesaikan pengeborannya, lantaran industri penunjang, misalnya rig dan segala macam lainnya, tidak bisa mensuplai kebutuhan.
Sebelumnya, pemerintah memasang target jumlah pengeboran sumur pengembangan selama 2023 sebanyak 991. Namun, berdasarkan outlook SKK Migas 2023, hanya bisa 864 sumur, dengan realisasi hingga Juni 2023 sekitar 354 sumur. "Terakhir adalah penghentian operasional tanpa rencana (unplanned shutdown) yang juga besar dampaknya. Misal proses ramping up di Jambaran Tiung Biru (JTB) sudah terhitung juga sebagai unplanned shutdown," ujarnya.
Entry Point 2024
Untuk mengejar target lifting, SKK MIgas bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di hulu migas telah melakukan berbagai usaha untuk dapat menggenjot produk. Salah satunya dengan menyelesaikan pembangunan beberapa proyek migas. Salah satu contohnya adalah lapangan gas Jambaran Tiung Biru.
Selain itu, juga mengoptimalkan lapangan migas yang juga dapat memberikan tambahan kondensat. Salah satunya di HCML, yakni lapangan BD di Madura, Jawa Timur. Berikutnya adalah proyek pembangunan Lapangan Tangguh 3, yang juga sudah rampung dan beroperasi sehingga mampu menghasilkan LNG.
"Kalau kapasitasnya bisa full untuk train 3, maka akan ada tambahan kondensat antara 4.000 sampai 5.000 barel kondensat. Ini juga merupakan upaya kita untuk bisa meningkatkan produksi liquid. Selain minyak, juga ada kondensat di situ," jelas Nanang.
BACA JUGA: TPD Ganjar-Mahfud Minta Pendukung Tak Percaya Hasil Survei
Tidak ketinggalan pula adalah upaya-upaya rutin, seperti kegiatan pengeboran untuk meningkatkan produksi agar tahun ini bisa mencapai 900 sumur. "Upaya-upaya inilah yang saya kira sudah di titik sprint, kalau kita lari maraton. Sekarang ini, kita sudah mendekati finish. Jadi harus melakukan kegiatan yang sifatnya lebih mengakselerasi, termasuk juga kegiatan eksplorasi, karena itu akan mendapatkan cadangan yang akan diproduksikan di tahun-tahun berikutnya," papar Nanang.
Selanjutnya, SKK Migas juga sudah mulai melakukan pengeboran di Andaman meliputi Sumur Timpan, Rencong, dan saat ini sedang dilakukan proses eksplorasi oleh Mubadala Energy. Upaya keras SKK Migas tersebut, sekalipun belum mampu mengejar target 2023, diharapkan akan menjadi entry point untuk melaju di 2024.
"Target kita di 635 ribu bph. Harapan kita paling tidak di akhir tahun itu di atas 600 ribu bph, sehingga PR kita di 2024 tidak seberat di tahun ini. Tahun ini kan gap-nya sudah 20 hingga 30 ribu," jelas Nanang.
Sumber : Indonesia.go.id