Aktor KDRT Lahir dari Kesalahan Pola Asuh dan Keluarga
anggota Bhayangkari Polda Bengkulu, Lolita Monika-Radar Utara/ Benny Siswanto-
Paparan Monika juga senada dengan salah satu kasus asusila yang pernah heboh di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Kakak Mulyana, terpidana asusila menyimpang terhadap para muridnya, mengaku prilaku menyimpang yang dilancarkannya itu, pernah dialaminya juga saat tengah duduk di bangku sekolah dasar. Pengadilan pun mengganjarnya dengan vonis 20 tahun penjara.
BACA JUGA:Pernikahan Dini Bisa Picu Perceraian dan KDRT
BACA JUGA:Menanya Tanggungjawab Moril Bimbingan Kawin, di Tengah Pandemi Kasus Cerai
"Maka yang diperlukan menyikapi KDRT ini adalah penanganan di sektor hulu. Faktornya sangatlah kompleks," ujarnya.
Pengalaman saat dirinya menjadi Ketua Bhayangkari Polres Bengkulu Utara, lanjut Monik, salah satu yang menurutnya masuk dalam sektor hulu persoalan KDRT ini adalah tingkat kemandirian ekonomi seorang perempuan.
Dia menjelaskan, seorang perempuan yang cenderung memiliki karakteristik mengalah, takut, memilih diam meski menjadi obyek KDRT, lantaran pertimbangan psikis mulai dari imej sosial, anak serta faktor ekonomi.
"Artinya, sektor hulu yang kita maksud ini adalah soal pemberdayaan terhadap perempuan. Mungkin memberikan skill atau kecakapan di bidang perdagangan, kuliner, kecantikan dan masih banyak lagi. Intinya, perempuan cenderung mengalah, karena merasa dirinya tidak mampu," bebernya.
BACA JUGA:Kualitas Dispensasi Kawin Diuji Lewat Pasca Pernikahan, Akankah Muncul Gugatan Cerai?
BACA JUGA:275 Istri Gugat Cerai Suami
Berkaca dengan heboh jagad maya, soal dugaan KDRT yang menimpa selebgram tanah air, istri dari Kabag Binkar Ro SDM Polda Bengkulu, AKBP Andy Pramudya Wardana ini, menurutnya merupakan alarm sosial negatif yang harus disikapi segera oleh otoritas pemerintah di semua jajaran.
"Karena pencegahan dengan sosialisasi misalnya, sudah sering dilakukan. Tapi perlu dibarengi lagi dengan adanya penyikapan yang lebih konkret. Tidak sebatas cara pandang, tapi juga memberikan stimulasi di sektor ekonomi dengan kecakapan hidup. Sehingga akan lahir, perempuan-perempuan mandiri," serunya.
Senada, Pengacara yang juga aktivis perlindungan perempuan dan anak Provinsi Bengkulu, Julisti Anwar, SH, mengakui bahwa pemaknaan KDRT di Indonesia ini masih dalam pemahaman yang memprihatinkan.
"KDRT masih dimaknai dengan kekerasan fisik terhadap korbannya. Padahal, pemahaman seperti ini membuat penyempitan makna dari kekerasan yang sudah dikuatkan pencegahannya dengan UU tersendiri ini," ujar Julisti.
BACA JUGA:Baru Empat Hari di Januari, 7 Anak Minta Nikah, 9 Istri Gugat Cerai Suami