Banner Dempo - kenedi

Perhutanan Sosial Semakin Produktif

Masyarakat memetik kopi di hutan sosial yang berada di Desa Tanjung, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Data dari KLHK sampai dengan semester pertama 2023 sudah ada 1.232.539 kepala keluarga di kawasan Perhutanan Sosial. FOREST DIGEST--

SEJAK 2015 Program Perhutanan Sosial digulirkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sedikitnya 1,2 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia yang memanfaatkan lahan di kawasan hutan untuk aktivitas pertanian, budi daya dan perkebunan melalui pelaksanaan program Perhutanan Sosial.

 

“Data dari KLHK sampai dengan semester pertama 2023 sudah ada 1.232.539 kepala keluarga di kawasan Perhutanan Sosial," kata Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto di Jakarta, Selasa (31/10/2023). Sedangkan jutaan kepala keluarga tersebut tergabung ke dalam 10.075 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS).

 

Lembaga KUPS adalah kelompok masyarakat desa atau masyarakat hukum adat yang menerima izin pengelolaan lahan dalam kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial KLHK dengan luas keseluruhan mencapai 5.625.137 hektare. KLHK memberikan izin pengelolaan hutan yang kepada masing-masing KUPS tersebut berbentuk pengelolaan hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKn), hutan tanaman rakyat (HTR), hutan adat (HA), dan kemitraan kehutanan (KK).

 

Di atas lahan itu KUPS sebagian besar menggarap 16 klaster unggulan Perhutanan Sosial, seperti pertanian kopi, perkebunan kelapa, kayu putih, rotan dan bambu, getah, tanaman pangan, budi daya lebah madu, dan bahkan wisata berbasis alam. “Tentu yang digarisbawahi pola penggarapannya dilakukan secara Agroforestry dan di bawah pengawasan," kata Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK.

 

Dirjen Bambang mengungkapkan bahwa nilai ekonomi yang didapatkan KUPS atas Perhutanan Sosial per Juli 2023 sudah mencapai 67,88 persen atau senilai Rp519 miliar. Realisasi capaian tersebut semakin mendekati target kinerja yang ditetapkan dalam rencana strategis nilai ekonomi produksi komoditas Perhutanan Sosial, yaitu sebesar Rp1,1 triliun untuk 2023.

 

Lebih lanjut menjabarkan, biji kopi menjadi komoditas terbesar ketiga dari Perhutanan Sosial dengan jumlah produksi mencapai 2.782.333 kilogram per tahun, setelah gula kelapa sebanyak 6.908.024 kilogram per tahun, dan getah 6.201.531 kilogram per tahun.

BACA JUGA:Menangkis Ancaman Krisis Pariwisata dengan Surebro!

Kemudian, menyusul di bawahnya berupa produksi komoditas rotan sebanyak 1.496.941 kilogram per tahun dan Kemiri 1.367.921 kilogram per tahunnya. Dalam hal ini, KUPS dari Kabupaten Samosir, Sumatra Utara menjadi penyumbang produksi getah Perhutanan Sosial terbesar yakni sebanyak 4.052.437 kilogram per tahun.

 

Skema Perhutanan Sosial

 

Berikut ini sejumlah skema yang telah disusun pemerintah untuk program Perhutanan Sosial. Skema itu antara lain hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, hutan adat, dan kemitraan kehutanan. Untuk mendapatkan skema lebih lanjut soal Perhutanan Sosial diatur dalam Permen LHK nomor 83 tahun 2016.

 

Skema hutan desa artinya kawasan hutan dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan warga desa. Hak pengelolaan diberikan kepada lembaga pengelola hutan desa atau lembaga adat dan diatur dalam peraturan desa atau adat sebagaimana diamanatkan dalam peraturan desa.

 

Apa yang bisa dilakukan warga desa dalam skema hutan desa (HD). Disebutkan di kawasan hutan lindung warga desa dapat melakukan kegiatan pemanfaatan di bawah tegakan dengan tanaman obat-obatan dan lainnya, kegiatan ekowisata serta pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu. Selain itu penyimpanan dan penyerapan karbon serta air.

 

Sementara, di kawasan hutan produksi, untuk skema hutan desa (HD), warga desa dapat melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, ekowisata, penyimpanan dan penyerapan karbon serta air.

 

Skema hutan kemasyarakatan (HKm) diberikan kepada kelompok tani, gabungan kelompok tani atau koperasi, baik di hutan lindung maupun di hutan produksi. Dalam skema hutan kemasyarakatan semua kegiatan dapat dilakukan, baik untuk pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK), ekowisata, penyimpanan dan penyerapan karbon, air serta keanekaragaman hayati kecuali untuk pemanfaatan hasil hutan kayu hanya bisa dilakukan di kawasan hutan produksi.

 

Skema hutan tanaman rakyat (HTR) diberikan kepada kelompok masyarakat, bisa perorangan, kelompok tani, gabungan kelompok tani atau koperasi. Di hutan produksi, mereka dapat menanam dan memanen kayu untuk keperluan industri

 

Skema hutan adat (HA) diberikan kepada masyarakat hukum adat (MHA) baik masyarakat yang bermukim di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Untuk masyarakat hukum adat di dalam kawasan hutan diperlukan Perda MHA. Perda ini diperlukan karena status hutan adat berubah dari hutan negara menjadi hutan hak apabila didukung Perda MHA. Perubahan status hutan ini diatur dalam Permen LHK nomor 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak.

 

Adapun skema kemitraan kehutanan (KK) diberikan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan oleh Menteri LHK atau disebut KulinKK di areal pengeloaan hutan atau izin pemanfaatan. Pengelola hutan yaitu Perum Perhutani, kesatuan pengelola hutan (KPH). Di hutan konservasi pengelola hutan diberikan kepada Balai Besar dan Balai Taman Nasional. 

Sumber : Indonesia.go.id

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan