Melirik Potensi Ekonomi dari Palung Jawa
Pakar mikrobiologi laut dalam BRIN Ocky Karna Radjasa menunjukkan hasil riset di Jakarta.-Radar Utara-Pakar mikrobiologi laut dalam BRIN Ocky Karna Radjasa menunjukkan hasil riset di Jakarta.
Palung Jawa merupakan cekungan panjang dan sempit terdalam kedua di Indonesia setelah Weber di Laut Banda, Kepulauan Maluku. Seperti dikutip dari Ensiklopedi Britannica, Palung Jawa dengan letak di bagian timur Samudra Hindia memiliki kedalaman 7.450 meter di bawah permukaan laut. Fenomena alam dengan nama lain Palung Ganda Sunda tersebut adanya di bagian timur Samudra Hindia atau di lepas pantai barat daya Pulau Sumatra dan Jawa.
Tekanan air di Palung Jawa atau Java Trench sekitar 11.000 PSI hampir 1.000 kali lipat tekanan air di permukaan. Tingginya tekanan di palung ini menyulitkan penyelam untuk menjelajahi wilayah Palung Jawa yang terbentuk melalui proses subduksi atau tumbukan antara lempeng tektonik Indo-Australia dengan Eurasia. Lempeng tektonik Indo-Australia sifatnya lentur, sedangkan lempeng Eurasia sangat kaku.
Oleh karena itu, tumbukan kedua lempeng ini menimbulkan cekungan serta palung. Bagian bawah Palung Jawa terdiri dari tiga jenis sedimen yakni cairan kapur, sedimen tanah liat, dan abu vulkanik. Massa air bertekanan tinggi di wilayah ini mengandung oksigen dan salinitas. Tekanan air di Palung Jawa mencapai 11.000 Pound per Square Inch (PSI) atau hampir 1.000 kali dari tekanan di permukaan air.
Tingginya tekanan membuat kita kesulitan untuk mengetahui lebih dalam kehidupan di kawasan ini tanpa bantuan peralatan berteknologi canggih. Meski begitu, beberapa organisme laut mampu bertahan hidup. Mulai dari jenis ikan dan makhluk misterius seperti amoeba raksasa dan siput.
Ekonomi Tinggi
Kendati terletak di zona subduksi pertemuan antara dua lempeng tektonik, Palung Jawa masih menyimpan potensi luar biasa dan sangat penting. Setidaknya hal itu telah dipelajari oleh peneliti senior mikrobiologi laut dalam dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ocky Karna Radjasa.
Ocky yang menjabat Kepala Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN, pada tahun 2019 berkesempatan meneliti mikrobiologi laut dalam di Palung Jawa. Ia bergabung bersama sejumlah peneliti dari First Institute of Oceanography, Tiongkok dan University of Maryland, Amerika Serikat.
Program ekspedisi laut dalam itu dikenal sebagai Transport/Throughflow Indonesian Seas, Upwelling, and Mixing Physics atau TRIUMPH. Lewat ekspedisi ini BRIN menemukan adanya bakteri priestia flexa dari wilayah laut dalam perairan Palung Jawa yang memiliki potensi ekonomi tinggi dengan kandungan lycopene dan vitamin B12.
Bakteri dari laut dalam ini berhasil diisolasi dari sampel air laut di kedalamaan 1.000 meter. Penemuan bakteri Priestia flexa menjadi berkah tersendiri. Sebab, ketika diteliti memakai metode data Whole Genome Sequence (WGS), bakteri tersebut memiliki kandungan alami yang biasa digunakan untuk industri kosmetik dan farmasi.
Bukan itu saja, karena bakteri yang baru pertama kali diambil dari laut dalam Indonesia tersebut juga diketahui dipakai sebagai bahan baku industri makanan kesehatan. Lycopene sendiri berfungsi sebagai antioksidan penangkal oksidasi sel atau jaringan oleh Reactive Oxidative Species (ROS). Sehingga membantu pencegahan penyakit jantung dan antikanker.
Menurut tren pasar global, kebutuhan akan lycopene telah mencapai angka USD107,2 juta (Rp1,66 triliun) pada 2020 dan diproyeksikan meningkat menjadi USD187,3 juta (Rp2,9 triliun) saat 2030. Proyeksi pertumbuhan per tahun dari permintaan lycopene yakni sebesar 5,2 persen.
Langkah Efisiensi
Umumnya kandungan lycopene ini didapatkan dari tanaman yang memberikan warna atau pigmen merah dan jingga pada sayur dan buah. Senyawa ini tergolong karotenoid dan bersifat antioksidan. Pigmen ini bisa ditemukan pada tomat, semangka, dan jambu biji. Ocky mengatakan, penemuan lycopene dari laut dalam dapat memberikan langkah efisiensi.
Contohnya, lycopene yang biasanya berasal dari buah tomat membutuhkan proses panen selama 75 hari. Kemudian memerlukan lahan, dan pada saat pengolahannya membutuhkan tempat luas untuk menyimpan serta mengolah menjadi lycopene. Sedangkan dengan lycopene dari laut dalam, hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk menumbuhkan bakteri Priestia flexa yang dapat diambil kandungannya.
Untuk tempat penyimpanan dan produksi mikroba menjadi lycopene juga tidak membutuhkan tempat besar layaknya lycopene dari tomat. Menariknya produk lycopene yang berasal dari mikroba memiliki kandungan lebih tinggi daripada produk asli standarnya.
Ocky menilai, penemuan bakteri Priestia flexa di laut dalam Indonesia menjadi langkah efisiensi mengingat Indonesia masih mengimpornya. "Kandungan vitamin B12 dari bakteri Priestia flexa berpotensi besar sebagai bahan baku produk makanan sehat bagi konsumen berbasis vegetarian. karena mereka membutuhkan protein namun bukan dari unsur hewani," ucapnya seperti dilansir Antara.
Vitamin B12 atau kobalamin bermanfaat dalam proses pembentukan sel darah merah. Kobalamin turut berperan dalam proses metabolisme protein. Vitamin B12 banyak terdapat pada daging merah, hati, telur, dan susu.
BACA JUGA: Industri Kreatif Terus Moncer
Perlu Dikembangkan
Temuan bakteri Priestia flexa menjadi bukti potensi luar biasa dari laut dalam Indonesia. Melalui kebijakan pengelolaan yang diatur ketat, maka dapat berkontribusi secara signifikan terhadap perkembangan industri dan kesejahteraan masyarakat. Meski penemuan tersebut sebenarnya masih sebagian kecil dari biodiversitas potensi laut dalam yang belum terungkap.
Menurut pengamat kemaritiman Abdul Halim, pemerintah perlu untuk merealisasikan penemuan-penemuan tersebut dengan hilirisasi mengingat luasnya manfaat yang didapat. "Betapa luar biasanya jika lycopene dan B12 itu bisa dikembangkan sebagai obat-obatan yang diproduksi secara massal dengan harga terjangkau atau bisa gratis," katanya.
Ia berharap, kebijakan anggaran dan kelembagaan akan menjadi kunci tergarapnya potensi bawah laut yang dapat menyejahterakan masyarakat di Indonesia.(*)
Sumber : Indonesia.go.id