Percepatan Transformai UPK jadi BUMDesma LKD
Rakor percepatan transformasi program eks PNPM menjadi BUMDesma digelar DPMD Bengkulu Utara, Rabu (20/12)-Radar Utara-Rakor percepatan transformasi program eks PNPM menjadi BUMDesma digelar DPMD Bengkulu Utara, Rabu (20/12)
ARGA MAKMUR RU - Itikad baik desa membangun BUMDes bakal menjadi cermatan pemerintah hingga Aparat Penegak Hukum (APH). Transformasi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) eks PNPM, menjadi Badan Usaha Milik Desa bersama Lembaga Keuangan Desa (BUMDesa bersama LKD), contohnya, kini menjadi bagian kerja strategis daerah.
Maka menjadi pertanyaan serius, ketika ada oknum di desa, berupaya untuk tidak memfungsikan segmen ekonomi yang sedianya dijalankan BUMDes, justru ingin dialih pengelolaannya di BUMDes. Di tengah pengusutan program UPK eks PNPM oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu Utara yang juga sudah menjebloskan direktur BUMDes Urai ke penjara.
Pemada BU melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD), Rabu (20/12), menggelar rapat koordinasi (rakor) terkait percepatan tranformasi "warisan" PNPN itu menjadi lembaga keuangan yang lebih produktif dan akuntabel. Keseriusan itu, dapat ditengok dari peserta rakor mulai dari unsur Forkopimda, OPD, Camat hingga kepala desa.
Kepala DPMD BU, Margono, S.Pd, menyampaikan bagaimana peran strategis BUMDes hingga LKD, dalam menjadi triger perekonomian daerah, berbasis desa. Kiprah BUMDes dan BUMDesma LKD, ketika dimenej dengan profesional, mampu menjadi soko ekonomi yang membasis dan sangat mumpuni dalam menjaga pergerakan inflasi di daerah, yang saat ini menjadi konsen bersama.
"Karena inflasi nasional, merupakan akumulasi inflasi di daerah. Lebih besar lagi menjadi inflasi regional dan global. Maka keberadaan BUMDes dan LKD yang baik ini, sangat potensial menjadi triger ekonomi," kata Margono, senada dengan Asisten II Setkab BU, Heru Susanto,ST yang membuka rakor.
Maka persamaan persepsi ini, ditegaskan daerah sangat perlu dibangun untuk menjadi konsensus moril dan konkret. Penegasan ini, menjadi sinyalemen keseriusan pemerintah daerah yang turut dihadiri lembaga penegak hukum. Margono menjelaskan, langkah yang kini sudah berjalan di sedikit desa di daerah, harus menjadi stimulan kemunculan BUMDesma atau pun BUMDes dengan pengelolaan profesional.
Kenapa harus profesional?, tanya Margono, karena anggaran yang khusus dari eks PNPM saja nilainya belasan miliar itu, merupakan uang negara yang memiliki konsekwensi hukum, ketika dilakukan penyalahgunaan. Termasuk, kata dia lagi, penyertaan modal oleh desa kepada BUMDes, juga harus diimbangi dengan kerja-kerja terukur serta mitigasi dini, mencegah praktik penyalahgunaan.
"Maka BUMDes atau BUMDesma, dapat menjadi indikator tentang kesungguhan desa dalam melaksanakan amanat UU Desa, terkait pelaksanaan pembangunan dari pinggiran," terangnya.
"Makna pembangunan ini, bukan semata-mata infrastruktur saja. Tapi termasuk ekonomi," susulnya lagi menegas, pemaknaan dalam artian luas.
Saking seriusnya, dalam rakor turut kembali ditegaskan, bahwa program ini tidak serta-merta. Tapi telah diatur oleh Peraturan Presiden terkait percepatan penanggulangan kemiskinan. Langkah konkret daerah juga, kata dia, sudah dilakukan.
Maka, lanjutnya lagi, pihaknya bakal turun ke lapangan untuk melaksanakan verifikasi faktual. Tak hanya itu saja, Margono menegaskan, agar temuan-temuan lama seperti masyarakat yang ingin membuat usaha. Namun justru dihadapkan dengan tidak mendapatkan informasi terkait permodalan, agar tidak sampai terjadi.
"Untuk itu kita harapkan, transformasi ini menjadi komitmen bersama," tegasnya.
Masih menyoal program PNPM yang bermasalah, dimana kusut perguliran Simpan Pinjam Perempuan (SPP) di Kecamatan Air Napal, diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) BU, agaknya tinggal menunggu hari penetapan tersangka. Kasus dugaan korupsi dengan lokus penyidikan pada Unit Pengelola Kecamatan (UPK) Air Napal, tinggal menunggu hasil audit kerugian negara (KN).
BACA JUGA: Ketahun Calon Ibu Kota Kabupaten, Tim Topdam Bakal ke Lapangan
Kondisi terkini, tim auditor dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, tengah melakukan penghitungan KN yang terjadi. Untuk diketahui, tim ini terdiri dari auditor internal dari kejaksaan yang turut melibatkan ahli dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT).
Ahli dari kementerian ini, beberapa waktu lalu terlibat dalam penyidikan atas nilai perguliran SPP yang diketahui memiliki modal awal sebesar Rp 1,1 miliar. Hasil perguliran itu pun, pada 2016 memiliki angka kumulatif positif sebesar Rp 1,3 miliar. Pada periodisasi tersebut, turut terlapor dalam rekapitulasi pada 14 UPK di daerah ini, terjadi tunggakan sebesar Rp 225 juta. Tepatnya 225.483.200.
Dibacara RU, laporan tersebut tertanggal, 1 Maret 2016 yang dibuat oleh Asosiasi UPK kabupaten. Dalam keteranganya, masih ada 3 kecamatan yang belum terdeteksi jumlah pergulirannya.
Kajari BU, Pradana P Setyarjo, SE, SH, MH, melalui Kasi Intel yang juga Humas, Ekke Wodoto Khahar, SH, MH, ketika dihubungi media ini bilang. Saat ini, pihaknya tengah menunggu hasil audit KN tersebut. Dia menjelaskan, penegasan KN akan menjadi estafet penyidikan yang bakal melanjut pada penetapan tersangka, setelah pihaknya melakukan gelar perkara.
"Kalau kondisi terkini, tengah menunggu audit KN dari tim auditor Kejati Bengkulu," ungkap Ekke, Rabu siang.
Penelusuran Radar Utara, laporan awal pada 2016 yang menjadi rujukan daerah, diketahui obyek penyidikan jaksa itu menempati tangga pertama laporan. Nominal tunggakan tertinggi terjadi di Kecamatan Putri Hijau sebesar Rp 1,006 miliar dari modal beredar di masyarakat sebesar Rp 2,9 miliar.
Kemudian di Lais sebesar Rp 718 juta, dengan modal beredar Rp 1,038 miliar. Posisi ketiga terjadi di Batiknau sebesar Rp 600 juta dengan modal beredar sebesar Rp 2,1 miliar.
Selanjutnya Kerkap dari perguliran sebesar Rp 1,6 miliar, tunggakan sebesar Rp 589 juta serta Padang Jaya dengan tunggakan Rp 495 juta dengan nilai perguliran sebesar Rp 2 miliar. Dan terjadi di seluruh UPK yang merilis data. Tunggakan terkecil terjadi di Kecamatan Ulok Kupai sebesar Rp 10,9 juta dengan dengan beredar Rp 209 juta. (bep)