Devisiasi 9 Persen, PPK Tegur Kontraktor Proyek RS Pratama
Jajat Sudrajat, SKM--
MUKOMUKO RU - Capaian bobot konstruksi pembangunan RS Pratama di Desa Air Buluh Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko. Sekarang, baru tercapai sekitar 35 persen dari yang ditargetkan sebanyak 44 persen.
Sehingga terdapat devisiasi sebanyak 9 persen. Devisiasi tersebut masuk dalam kontrak kritis.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan pun akhirnya mengambil tindakan tegas sesuai aturan. Yaitu memberikan surat teguran pertama terhadap kontraktor pembangunan gedung RS Pratama.
PPK kegiatan pembangunan RS Pratama, Jajad Sudrajat, SKM ketika dikonfirmasi Selasa (31/10) menyatakan. Pekerjaan pembangunan RS Pratama berjalan lambat.
Disebabkan karena sumber data. Disampaikan Jajat, sampai saat ini pihaknya masih dalam pengendalian kontrak walaupun saat ini ada devisiasi hingga 9 persen.
"Sebenarnya pada proses pengadaan barang dan jasa devisiasi sebesar 9 persen tersebut masuk dalam kontrak kritis. Dan hal ini terjadi pada minggu ke 13 dan ke 14 karena terjadi keterlambatan pengiriman mobilisasi alat pendukung yaitu alat mixer," katanya.
BACA JUGA:Dewan Minta RSUD Komitmen Bayar Utang Obat
Terkait keterlambatan pekerjaan, pihaknya sudah melakukan evaluasi kepada tim penyedia. Dan ia juga mengadakan rapat dengan tim ahli dan konsultan pengawas.
Pihaknya memberikan tenggak waktu kepada penyedia untuk mengejar keterlambatan sampai tanggal 5 November minimal tidak melebihi angka devisiasi 9 persen.
"Itu yang sudah kami tekankan kepada pihak perusahaan. Kalau harapan kita, proyek itu bisa dituntaskan sampai 100 persen. Sukur-sukur sebelum kontrak habis di akhir bulan Desember 2023 mendatang," ujarnya.
Namun demikian, jika melihat kondisi pekerjaan sekarang. Ia juga pesimis pembangunan RS Pratama tuntas 100 oeraen di akhir tahun ini.
Tetapi, ia sangat menginginkan pihak kontraktor bisa menuntaskan minimalnya 70 persen di akhir tahun ini. Tujuanya agar dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan pembangunan RS tersebut bisa ditransfer pusat ke rekening umum kas daerah (RUKD).
"Tapi kalau pekerjaan atau bobot realisasi fisik pekerjaan tidak sampai 70 persen. Dana tersebut tidak bisa disalurkan. Kalau ini terjadi, maka daerah kita yang rugi besar," jelasnya. (rel)