Bawaslu Awasi Kunjungan Menteri, Ada Laporan?
Ketua Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu, Tri Suyanto-Radar Utara/Benny Siswanto-
Money politic alias politik uang, menggema saban musim elektoral. Tak terkecuali Pilkada yang tinggal menghitung hari. Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, menyerukan pencegahan pada praktik kotor tersebut, jauh-jauh hari.
BACA JUGA:Terlihat Politik Praktis, Bawaslu Mukomuko Segera Panggil 8 Orang Honorer
BACA JUGA:Bawaslu Minta Laporkan Jika Ada Pelanggaran Pilkada 2024
Ketua Bawaslu menegaskan, pemberi dan penerima money politic, bisa dikenakan sanksi paling singkat 36 bulan alias 3 tahun penjara.
Lembaga "wasit" elektoral itu menerangkan, dasar aturan pengawasan kontestasi serentak 2024 yang akan diikuti oleh 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota di Indonesia adalah Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang.
Diterangkan, money politic diatur pada Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016. Pada ayat (1), terus Tri, menjelaskan "Setiap orang dilarang memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada pemilih" kemudian dilanjut lagi dengan penegasan sebagai pelanggaran diterangkan pada ayat (2) pasal yang sama.
BACA JUGA:Bawaslu Soal Money Politic : Pemberi dan Penerima, 3 Tahun Penjara
BACA JUGA:Bawaslu Mukomuko Ingatkan Paslon Tidak Melanggar Larangan Kampanye Pilkada 2024
"Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut yakni money politic dapat dikenakan sanksi pidana," tegasnya, dibincangi usai Apel Siaga Pengawasan Tahapan Kampanye yang baru digelar Bawaslu Bengkulu Utara, 3 Oktober 2024.
Tri juga menyampaikan, penegasan soal sanksi mulai dari ancaman kurungan penjara hingga denda, diterangkan beleid UU Pilkada pada pasal 187A.
Dijelaskan pada ayat (1), terus dia, bunyinya adalah Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Warga Negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 73 ayat (4), dipidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
"Pidana yang sama juga diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Artinya, pemberi dan penerima, ancaman sanksinya sama," ujar Tri Suyanto menegaskan.