Sang Pioner Rantai Pasok Hidrogen Hijau
Pekerja mengecek tabung yang berisikan hidrogen di Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tanjung Priok, Jakarta Utara. PT PLN (Persero) resmi menciptakan 21 unit hidrogen dengan kemampuan produksi hingga 199 ton hidrogen per tahun. ANTARA FOTO/ M Risy--
"Indonesia punya potensi pengembangan hidrogen hijau yang besar. Bahkan bisa kita pakai sendiri, maupun menjadi potensi ekspor leadership yang luar biasa dari PLN untuk bisa mengakselerasi pengembangan hidrogen hijau ini," ujar Yudo, mewakili Menteri ESDM.
Bahan Bakar Kendaraan
Hidrogen, khususnya hidogen hijau (green hydrogen), merujuk situs https://theconversation.com/bahan-bakar-hidrogen-dari-air-bagaimana-keunggulan-dan-kelemahannya, diproduksi melalui proses elektrolisis air menggunakan energi terbarukan. Gas hidrogen dianggap layak menjadi kandidat bahan bakar kendaraan karena hanya menghasilkan emisi berupa air.
Berbeda dengan pembakaran energi fosil yang mengeluarkan emisi gas beracun ataupun gas rumah kaca. Di samping itu, hidrogen memiliki kerapatan energi (energy density) sekitar 33,33 kilowatt jam per kilogram, lebih tinggi dari baterai listrik.
Hidrogen sendiri sejatinya bukan sebagai sumber energi, melainkan sebagai pembawa energi. Ini karena energi yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan mudah. Hidrogen dapat dijadikan fuelcell untuk memproduksi listrik. Ini merupakan teknologi yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dan panas untuk berbagai tujuan. Termasuk untuk kendaraan bermotor.
Kendaraan dengan bahan bakar hidrogen hanya membutuhkan waktu 3--5 menit untuk proses isi ulang hingga penuh. Ini jauh lebih cepat dari isi ulang daya baterai pada kendaraan listrik yang perlu waktu 20 menit--1 jam untuk DC fast charging atau 4--10 jam untuk home charging.
Sejauh ini, ada pandangan penggunaan hidrogen untuk kendaraan dinilai kurang efisien. Pasalnya, efisiensi produksi hidrogen dari elektrolisis air saat ini sekitar 75% dan konversi hidrogen ke listrik dalam sel tunam (sel bahan bakar atau fuel cell) sebesar 60%. Angka ini lebih rendah dibandingkan efisiensi energi baterai litium (acap digunakan kendaraan listrik) yang dapat mencapai 80%. Benarkah?
Lebih Hemat dari BBM