"Sebelumnya jarak melaut para nelayan Teluk Sepang 5,3 mil, kini menjadi 7,74 mil. Sehingga mengalami peningkatan modal BBM dari 20,339 liter menjadi 25,696 liter," ujar Andi.
BACA JUGA:Kewajiban Pajak Tak Ada Teloransi, Sebelum Usulan Tahap 2 Harus Lunas!
BACA JUGA:Kerusakan Jembatan Lembah Duri Sangat Urgen. Begini Harapan Camat...
Disamping itu, sambung Andi, hasil tangkapan nelayan juga menurun 46 persen dari 63,7 kilogram menjadi 34,2 kilogram. Pendapatan para nelayan pun menurun 36 persen dari 3,9 juta rupiah per bulan menjadi 2,5 juta rupiah per bulan.
"Dengan demikian kenaikan suhu permukaan air laut, menyebabkan ikan menjauh. Sehingga menurunnya pendapatan para nelayan Teluk Sepang," sampai Andi.
Dibagian lain, Direktur Program dan Kampanye Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu mengatakan, sejak tahun 2019 Kanopi telah melakukan pemantauan, diantaranya terhadap pembuangan limbah air bahang PLTU batubara Teluk Sepang.
“Pada saat uji coba, PT. TLB membuang limbah cair ke laut tanpa izin dan limbah yang dibuang berwarna kecoklatan, berbau menyengat serta suhu tinggi,” beber Olan.
BACA JUGA:2 Kursi Camat di Bengkulu Utara Ini, Kosong
BACA JUGA:Tahun Ajaran Baru, Gedung Kelas Jauh SMP di Karya Pelita Belum Diisi Siswa
Lebih jauh Olan mengatakan, sampai saat ini, suhu air limbah yang dibuang masih sama. Ditambah lagi dengan jebolnya kolam, agar terjadi proses pendinginan air bahang dari mulut pembuangan menuju laut.
"Temuan di lapangan itu telah kita laporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia (RI)," demikian Olan. (tux)