DOTI LAMAIKA

Sabtu 26 Jul 2025 - 19:49 WIB
Reporter : Redaksi

Karya: Erna Wiyono

"Aku belajar bahwa dunia ini penuh dengan misteri, dan intuisi adalah kompas yang dapat membimbing kita untuk menemukan kebenaran, jangan biarkan rasa takut melumpuhkanmu.”

Kami berdua pernah naik bersama bentor, becak motor beroda tiga. Tujuan kami kala itu adalah sebuah toko waralaba. Dalam perjalanan, kami melewati jalan penghubung jembatan yang dicat berwarna kuning.  

Saling bersenda gurau di atas bentor yang kami naiki sambil bercerita, lalu ia membaca karya puisiku dengan intonasi khas daerahnya. Cita-citanya ingin menjadi guru, mendidik anak-anak yang tertinggal. Lamaika berperawakan mungil dan senyum lucunya membuatku terkenang, sekarang gadis yang mulai beranjak remaja ini tertidur dalam erangan kesakitan yang tak kunjung henti.

Tiga dokter dari rumah sakit yang berbeda mendiagnosa hal yang serupa. Semua upaya telah dilakukan, namun harapan semakin menipis. Suaranya tertahan dalam rasa sakit dan tubuh yang semakin lemah.

Di tempat lain, masih dengan toples mini berisi bubuk-bubuk teh, aku Tenessa perempuan karir yang kutu buku dan berkacamata. Naik turun kereta komuter, perjalanan ini membuatku lelah, jarang mendapatkan tempat duduk, dari stasiun Bogor ke stasiun kota hampir pulang pergi berdiri.

tetapi ini lebih baik daripada menganggur. 

BACA JUGA:'Alana: A Journey to Love', Novel Karya Mahasiswa Bengkulu

Aku tipikal kinestetik, merasakan atau menyentuh sesuatu yang baru untuk menambah pengetahuanku. Bila suatu fakta bisa dibuktikan nyata dan dapat dipercaya maka itu bisa diterima, jika tidak sebaliknya ditolak.

Hanya dalam waktu singkat saja, kesedihan menenggelamkan hati mereka sekeluarga. Tawa yang dulu membuncah terganti dengan kelemahan dan kepasrahan. Situasi telah berubah dengan cepat, manusia tidak akan pernah tahu rencana semesta.

Kebahagiaan terenggut dan seolah matahari bersembunyi di balik awan, enggan memperlihatkan sinarnya, terasa gelap pekat sekalipun doa terlantun dari sanak saudaranya. Ranjangnya sunyi dan kucing-kucing di rumah itu semua mengeong ikut bersedih.

"Tenessa, ponselmu berdering."

"Lamaika, kamu kuat. Aku akan membantumu," bisik Tenessa lembut, tangannya meraih tangan gadis yang terbaring lemah karena meningitis.

 "Tenessa?" gumam Lamaika, suaranya lemah. "Kau... datang?"

"Ya, aku datang," jawab Tenessa, matanya berkaca-kaca. "Aku tahu kau membutuhkan bantuan. Aku akan melakukan yang terbaik untukmu."

BACA JUGA:Kami Tunggu Ibu di Api

Kategori :

Terkait

Sabtu 13 Dec 2025 - 18:07 WIB

Lukisan Merah

Sabtu 02 Aug 2025 - 19:16 WIB

Kunang-kunang di Matamu

Sabtu 02 Aug 2025 - 19:05 WIB

The Emerald Code

Sabtu 26 Jul 2025 - 19:56 WIB

Tuangan Teh Terakhir

Sabtu 26 Jul 2025 - 19:49 WIB

DOTI LAMAIKA