Wanita (Tetap) Dominasi Gugatan Cerai

Minggu 14 Jan 2024 - 21:04 WIB
Reporter : Benny Siswanto
Editor : Ependi

ARGA MAKMUR RU - Dominasi wanita sebagai penggugat dalam perkara cerai, masih berlanjut sampai dengan penutup tahun 2023. Walau pun, secara kumulatif, tingkat perceraian di Pengadilan Agama (PA) Arga Makmur, mengalami penurunan. 

 

Tapi, ketika dikomparasikan dengan subyek gugatan, tahun lalu suami yang menggugat istrinya cerai (Cerai Talak,red) cenderung meningkat. Dalam catatan, tahun 2022 cerai talak berjumlah 163 perkara. Tahun 2023 jumlahnya 174 perkara. Akan tetapi, angka perceraian tahun lalu, ditutup dengan catatan angka yang menurun. Selisih, 3 perkara lebih rendah, dibanding tahun sebelumnya. 

 

Menjawab konfirmasi resminya, PA Arga Makmur Kelas IB melalui Panitera, Nora Addini, 12 Januari 2024. Kepada Radar Utara dan www.radarutara.bacakoran.co, menginformasikan soal angka cerai selama 2023 itu. 

 

Dijabar lebih dulu dengan angka kasus cerai 2022, tingkat gugatan didominasi dengan cerai gugat alias istri yang menggugat cerai suaminya. Sayangnya, pengadilan tidak menjelaskan alasan secara umum yang menjadi dalih para penggugat mengajukan cerai. 

BACA JUGA:Selamat, Bank Bengkulu Capem Padang Jaya Apresiasi HUT Kecamatan Ke-32 Tahun

Jika sebelum-sebelumnya, tingkat perceraian, setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari persoalan ekonomi, pihak ketiga sampai dengan faktor kesehatan. 

 

"Cerai Gugat : 512 perkara, Cerai Talak : 163 perkara," jabar PA Arga Makmur menyampaikan data cerai untuk tahun 2022. 

 

Mencermati data cerai tahun 2023, tidak hanya secara kuantitatif yang menurun angkanya. Khusus cerai gugat pada tahun tersebut juga mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Angka cerai gugat sebanyak 498 perkara. 

 

"Cerai Talak sebanyak 174 perkara," jelasnya lagi.

 

Dirilis kembali dari arsip RU dalam warta sebelumnya, periode Januari hingga Agustus 2023, setidaknya terdapat 400-an lebih perempuan memilih menjanda alias menggugat cerai dengan suaminya. Angka tersebut, ketika menilik laju perkara perdata itu di Kabupaten Bengkulu Utara (BU) dan Bengkulu Tengah (Benteng) yang menjadi wilayah yuridiksi Pengadilan Agama (PA) Kelas I B Arga Makmur.

 

Data kumulatif perkara gugatan (contensius,red) di pengadilan agama yang berkedudukan di BU ini. Periode Januari hingga Agustus 2023 tercatat telah meregistrasi 484 perkara gugatan. Layaknya dengan trend selama ini, perempuan cenderung lebih sering menggungat cerai pasangannya. 

 

Dibaca Radar Utara, total perkara selama 8 bulan saja, minus September yang saat itu masih berjalan, cerai gugat sudah mencapai 359. Jumlah tersebut, nyaris tiga kali lipat jumlah cerai talak atau gugatan cerai yang dilakukan oleh seorang pria terhadap istrinya. Jumlahnya ; 125 perkara. 

 

"Kalau dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, secara kuantitatif, menurun," terang Humas PA Arga Makmur, Fatkul Mujib, SH.I, MH di kantornya, Rabu (20/9). 

BACA JUGA:Kapolres Patroli Malam Minggu

Dia tak menyangkal, cerai gugat, menjadi perkara gugatan paling tinggi. Kebalikannya: cerai talak menempati tangga kedua, setelah cerai gugat. Tren itu dapat dibilang, istri cenderung lebih sering menggugat cerai suaminya. Penghujung tahun lalu, ulasan Radar Utara yang menjumput data-data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PA Arga Makmur juga begitu.

 

"Kalau membanding tahun sebelumnya dengan periode yang sama, masing-masing 389 perkara dan 116 perkara," jabarnya, atas laju perkara selama 8 bulan dengan tahun yang berbeda. 

 

Disinggung musabab perceraian? secara umum, pilihan mengakhiri bahtera rumah tangga itu disebabkan pertengkaran yang terus menerus. Pemicunya? lanjut Fatkul, didominasi persoalan ekonomi. 

 

Meski begitu, ada juga perselingkuhan sampai dengan "cawe-cawe" pihak ketiga yakni orang tua yang turut campur terlalu jauh, dalam rumah tangga anak-anaknya. Ada juga soal dugaan kekerasan dalam rumah tangga.

 

"Tapi secara umum, dalil gugatan cerai didominasi alasan ekonomi," ungkapnya. 

 

Dalam obrolan lebih kurang 30 menit itu, ditegasi Fatkul, soal adanya kesalahan paradigma di masyarakat tentang keberadaan Pengadilan Agama. Dimana, terus dia, PA, acap dianggap sebagai "lembaga pencerai". 

 

Padahal, terus dia lagi, setiap hakim ketika disumpah, salah satu fungsinya adalah mengupayakan tidak terjadinya perceraian. Namun, bukan dimaknai melarang perceraian. Karenanya, terus dia, sebagaimana perceraian statusnya merupakan perkara perdata, maka jalur nonlitigasi selalu mendahului berlanjutnya proses litigasi. 

 

"Makanya ada yang namanya proses mediasi," ungkapnya. 

BACA JUGA:Interoperabilitas dalam SPBE

Konkret dari upaya tersebut, terus dia, tingkat keberhasilan mediasi yang telah dilaksanakan pihaknya, tahun ini rasio keberhasilannya mencapai 74 persen dari total 73 perkara yang dimediasi. Sedangkan untuk 2022 lalu, tingkat keberhasilannya 25 persen dengan jumlah 105 perkara. 

 

"Dari sisi Banding, juga menurun. Dapat diartikan, hasil putusan PA juga memuaskan," pungkasnya. 

 

Dari hasil wawancara didapati fakta, dari total 484 perkara gugatan, PA Arga Makmur berhasil melakukan memediasi terhadap 73 perkara sehingga urung batal bercerai. (bep)

Kategori :