RADARUTARA.BACAKORAN.CO - Daerah saat seluruh Indonesia saat ini tengah menggeber, direktif berjenjang terkait dengan penghapusan kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Keduanya objek pemungutan pajak daerah itu, menjadi komponen asta cita Prabowo-Gibran yang akan menerapkan program jutaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dimulai tahun 2025.
Itu artinya, setiap daerah di Indonesia mesti memburu direktif mandatory ini. Pasalnya, produk hukum yang tidak melalui harmonisasi layaknya produk-produk hukum lain itu menjadi regulasi strategis yang ditenggat wajib rampung selambat-lambatnya 27 Desember 2024.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bengkulu Utara, Markisman, S.Pi, MM, saat dikonfirmasi RU menerangkan, tim di daerah masih melakukan penyelarasan regulasi dan teknis, karena melibatkan lintas sektor lini daerah, dalam pembuatan regulasinya.
BACA JUGA:Pemkab Tekankan OPD di Mukomuko Taat Bayar Pajak Kendaraan Dinas
BACA JUGA:Penuhi Target PAD, Realisasi Pajak dan Retribusi Daerah Digenjot
"Hari ini kita kembali melakukan pembahasan bersama dengan lintas sektor teknis hingga kajian soal mekanisme perumusannya di sektor hukumnya," ujar Markisman, di kantornya, Rabu, 4 Desember 2024.
Tampak lintas sektor seperti dari Dinas PUPR, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Dinas Perizinan hingga Kabag Hukum duduk bersama mencermati rancang bangun draf peraturan daerah yang diburu waktu itu di Kantor Bapenda.
Beberapa poin yang masih mesti dilakukan daerah, seperti mempersiapkan rujukan tentang objek regulasi yang masuk dalam klasifikasi MBR.
Konon, program yang bernuansa sosial ini, tidak merujuk kepada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS yang dikelola Kementerian Sosial (Kemensos).
BACA JUGA:Pajak MBLB/Galian C Masih Minim, Bapenda Akan Genjot di Desember
BACA JUGA:Target Pajak Meningkat, Bapenda: Gardu Induk Listrik Tahun 2025 Aktif
Disebut-sebut, parameter penetapannya merujuk pada data lain, seperti berpenghasilan rerata Rp 7 juta perbulan bagi mereka yang belum kawin dan penghasilan Rp 8 juta perbulan bagi mereka yang sudah kawin.
Bagaimana dengan anatomi PAD yang sudah diproyeksikan? Markisman belum mengungkap secara detail. Namun dia berujar, komposan yang akan masuk dalam regulasi ini merupakan komponen yang menjadi bagian pundi-pundi daerah.
Utamanya seperti BPHTB. Bapenda sebagai otoritas pemburu PAD, acap mendapatkan "rejeki harimau" dari BPHTP untuk menyokong PAD seperti ketika perusahaan-perusahaan yang melakukan pembelian lahan atau memiliki perizinan atas pembaruan ijin seperti Hak Guna Usaha (HGU).