BENGKULU RU - Penggunaan Dana Desa (DD) yang cenderung tidak bisa ditawar-tawar lagi atau saklek pada aturan, rupanya menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintahan desa.
Ini terungkap saat diskusi publik bertema pemantauan Raperda dan Perda tentang tata kelola pemerintahan desa, dalam rangka reses yang digelar Anggota Komite III DPD RI, Apt. Destita Khairilisani, S.Farm, MSM, Kamis 07 November 2024.
"Salah satu poin aspirasi dalam debat publik tadi, terkait penggunaan atau realisasi DD. Di mana pemerintah pusat diminta, kembali mempertimbangkan fleksibilitas dalam penggunaan DD oleh pemerintahan desa," ungkap Destita.
Selama ini, lanjut Destita, dalam penggunaan DD itu harus mengikuti mekanisme atau regulasi yang berlaku. Permasalahannya, regulasi yang dimaksud belum tentu sesuai dengan kebutuhan desa.
BACA JUGA:Penyaluran DD Tahap II di Mukomuko Tuntas 100 Persen
BACA JUGA:Program BLT-DD Masih Ada Tahun Depan?
"Kalau diregulasi, sudah jelas persentase untuk masing-masing kegiatan. Jadi maksud pemdes, jangan terlalu saklek peruntukkan DD itu," ujarnya.
Aspirasi lainnya, sambung Destita, terkait ketidaksinkronan antara pendamping desa dengan pemerintahan tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi dalam hal pemanfaatan DD.
"Kemudian terkait batas wilayah desa yang belum jelas. Tentu berbagai aspirasi tersebut nantinya kita bawa ke tingkat pusat, sehingga nantinya ada kejelasan. Kita pun mendorong tata kelola pemerintahan desa untuk meningkatkan efektivitas penggunaan DD, terus diperbaiki," harap Destita.
Sementara itu, Kadis PMD Provinsi Bengkulu, Siswanto menyampaikan, sejumlah aspirasi sudah disampaikan pihaknya dalam diskusi publik, yang dimotori Ibu Destita selaku anggota DPD RI Daerah Pemilihan Provinsi Bengkulu.
BACA JUGA:Penyaluran DD di Bengkulu Utara Tembus Rp 170,8 Miliar
BACA JUGA:DPMD Segera Rekomendasikan Pencairan Dana Insentif Dana Desa Tahun 2024
"Kita berharap, apapun yang kita sampaikan dalam diskusi tadi, bisa tersampaikan kepada pemerintah pusat. Sehingga melahirkan perubahan yang diharapkan, terutama berkaitan dengan penggunaan DD," ujar Siswanto.
Lebih lanjut Siswanto, salah satu poin aspirasi yang disampaikannya tadi, seperti sinkronisasi antara pendamping desa dengan pemerintahan mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi.
"Karena selama ini, pendamping desa itu seolah-olah perpanjangan tangan secara langsung dari pemerintah pusat. Fakta ini malah menyebabkan kebingungan di tingkat pemerintahan desa," demikian Siswanto. (tux)