Kacapi Buhun hingga Carita Pantun, Keluhuran Nilai Masyarakat Banten

Masyarakat Badui Dalam bermain alat musik kacapi di Desa Kanekes, Kacamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten -ANTARA/HO - Dok Dispar Banten-

Sebagai alat musik tradisional, kacapi buhun tidak dianggap sebagai alat musik belaka oleh masyarakat suku Baduy. Kelompok masyarakat adat Sunda yang mendiami wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten itu bahkan memandang kacapi buhun sebagai alat musik yang sakral. 

BACA JUGA:Menilik 5 Tempat yang Dianggap Paling Berhantu di Dunia, Padahal Terlihat Mewah?

BACA JUGA:Iraw Tengkayu, Perayaan Suku Tidung yang Sarat Filosofi Kehidupan

Hal itu lantaran pembuatan alat musik tersebut dilakukan melalui sebuah ritual iringan. Berbahan baku utama kayu lame, proses pembuatan sebuah kacapi buhun sendiri setidaknya menelan waktu hingga dua minggu. 

Oleh karena mengandung sifat sakral, kacapi buhun juga acap digunakan sebagai sarana dalam sejumlah ritual adat.

Di antaranya, ritual saat hendak menanam padi, membangun rumah, atau untuk acara tertentu seperti pernikahan.

Dari ukurannya, kacapi buhun relatif berbeda dengan alat musik petik sejenisnya. Kacapi buhun berukuran lebih kecil, sehingga bisa dipetik sambil dibawa-bawa oleh pemainnya.

BACA JUGA:Menembus Lorong Waktu Desa Adat Bena Flores

BACA JUGA:Mengenal Lebih Jauh Dunia Aksara Kuno

Sedangkan untuk jumlah senarnya, kacapi buhun memiliki 12 senar, atau lebih banyak dari kecapi biasanya, yang hanya memiliki tiga, enam, ataupun delapan senar.

Dari sudut fungsinya, kacapi buhun termasuk dalam kategori instrumen tunggal, alias tidak bisa dimainkan dengan diiringi bersama dengan alat musik lainnya. Kacapi buhun hanya bisa dimainkan dengan iringan pantun kuno. 

Kendati kurang begitu dikenal luas, kacapi buhun nyatanya telah dijadikan sebagai salah satu suvenir khas Baduy. Dengan harga jual mulai dari Rp700 ribu hingga Rp1 juta per unitnya, alat musik yang diperjualbelikan sebagai suvenir itu tetap dibuat dengan menggunakan banyak tahapan ritual maupun pembacaan mantra-mantra.

BACA JUGA:Trem Batavia, Primadona Transportasi Warga Ibu Kota Tempo Dulu

BACA JUGA:Di Balik Pesona Festival Gandrung Sewu Banyuwangi: Menyimpan Sejuta Filosofi

Kudapan Tamu Sultan 

Warisan budaya kedua yang juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya tak Benda adalah penganan yang dikenal dengan nama Jojorong. Kudapan ringan khas Lebak itu acap menjadi hidangan bagi para tamu kesultanan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan