Srikandi PDIP Sonti Bakara Getol Kampanyekan Stop KDRT

--

ARGA MAKMUR RU - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), belakangan tengah menjadi isu yang memancing respon luas. Ini mengait kepada salah satu pasangan selebriti tanah air yang tengah disorot, gegera salah satu pasangannya menjadi pelapornya. 

 

KDRT sendiri, menjadi salah satu tindak pidana yang mendapat perhatian serius. Tak pelak, pengaturannya pun menggunakan undang-undang tersendiri (lex specialist,red). 

 

Dalam hukum sendiri, ada penafsiran "lex specialis derogat legi generali' yang artinya asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Khusus KDRT sendiri, agaknya perlu menjadi obyek kerja penyerbaluasan oleh pemangku kebijakan. 

 

Utamanya, soal jenis-jenis KDRT yang sejauh ini masih lazim sebatas diartikan sebuah kekerasan fisik saja. Padahal, undang-undang mengatur lebih luas lagi dan perlu mendapatkan perluasan informasi kepada masyarakat. 

 

Politisi PDIP yang juga Ketua DPRD Bengkulu Utara Sonti Bakara, SH, ketika dibincangi soal KDRT ini menilai perlu langkah-langkah penyebarluasan informasi yang lebih massif di masyarakat, tentang apa itu KDRT? siapa saja yang bisa menjadi terlapor KDRT sampai dengan jenis-jenis KDRT itu sendiri. 

 

Segmen ini, kata dia, harus menjadi atensi serius. Dia menegaskan, penegakan hukum khusus yang mengatur KDRT sendiri, juga harus dibarengi dengan sosialisasi secara lugas dan mumpuni. 

 

"Sejauh ini KDRT, diduga masih dimaknai sebatas kekerasan fisik. Padahal tidak! KDRT ini sangat luas dan lugas diatur jenis-jenisnya," kata Sonti Bakara, kemarin. 

 

Layaknya dinamika sosial masyarakat, seperti angka perceraian sampai dengan pernikahan anak di bawah umur, KDRT, menurut lulusan Fakultas Hukum Universitas Hazairin ini. Meski disikapi dengan langkah-langkah yang lebih maju. Dalam artian, tidak sebatas menyerahkan alur-alurnya kepada lembaga yang membidangi saja. Tapi lebih kepada bagaimana upaya, menekan terjadinya pelanggaran hukum, menekan tingkat perceraian yang menggunakan pendekatan mitigatif akan potensi-potensi yang menyebabkanya. 

 

"Langkah pembinaan dan pencegahan menjadi satu hal yang penting. Karena efek yang timbul, pascakejadian menjadi persoalan yang terbilang luput mendapatkan perhatian yang mumpuni. Akibatnya, opsi-opsi yang bisa dipaparkan lewat masyarakat, tidak tersampaikan dengan baik," katanya. 

 

Sonti kemudian menjabarkan, 3 jenis KDRT yang relatif awam di masyarakat. Pertama, kata dia, KEKERASAN PSIKIS, yakni perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;

 

Berikutnya, KEKERASAN SEKSUAL, meliputi; a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap di lingkup rumah tangga; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu;

 

Selanjutnya adalah PENELANTARAN yang meliputi; a. Menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku atau karena perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut; b. Mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam rumah atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut. Ketiganya ini, kata Sonti, sudah dilugas dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

BACA JUGA:Prada M Fadli Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa

"Kita tidak dalam posisi melarang, hak-hak perdata itu. Akan tetapi, mencegah terjadinya angka perceraian tentunya sebuah langkah yang juga tidak keliru. Bukan tidak mungkin, dengan adanya penguatan sektor pembinaan ini, akan lahir, pertalian pasangan nikah yang andal dan kokoh serta mampu memecahkan persoalan secara baik. Sedangkan perceraian, merupakan opsi akhir ketika tidak mendapati jalan keluar terbaik," tegasnya. 

 

Melanjut ke persoalan KDRT yang rerata di masyarakat, masih dimaknai sebuah kekerasan fisik. Sonti menjelas, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang 23 Tahun 2004. Terdapat 4 jenis KDRT, kata dia, selain kekerasan fisik. Ada lagi; kekerasan psikis, kekerasan seksual serta penelantaran. 

 

"Kita harus terus menyerukan apa itu KDRT yang relatif masih terbilang awam di masyarakat. Bukan tidak mungkin, saat ini tengah terjadi di tengah ketidaktahuan," lugasnya menduga. (adv)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan