Ternyata Tebu Bisa Jadi Campuran BBM, Ini Kata Petani

--

RADAR UTARA- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah melakukan serangkaian kajian. Untuk mencampur bahan yang berasal dari tebu atau fermentasi molases (bioetanol) ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM).

Kelak, BBM yang akan dicampurkan dengan bioetanol adalah khusus untuk BBM jenis Pertamax (RON 92).

Menyikapi hal itu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyebut rencana pemanfaatan tanaman tebu. Untuk langsung menjadi bahan baku produksi bioetanol atau campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) memerlukan waktu dan teknologi yang mumpuni.

Soemitro Samadikoen menyebut, produksi bioetanol di Indonesia saat ini baru berasal dari tetes tebu (molases) yang merupakan hasil samping produk gula tebu. Sementara itu apabila dibandingkan dengan negara Brazil, tebu di sana sudah sukses di kembangkan langsung menjadi bioetanol.

"Tetapi kalau kita bicara di Indonesia kita masih perlu cukup waktu untuk bisa membuat dari tebu yang langsung menjadi bioetanol," kata Soemitro, dikutip Rabu (29/11/2023).

Oleh krena itu, ia pun mendorong agar pemerintah dapat mengoptimalkan pemanfaatan tetes tebu terlebih dahulu untuk bahan baku pembuatan bioetanol. Apalagi kebutuhan produksi bioetanol cukup besar di beberapa tahun mendatang.

BACA JUGA:Berikut Ini, 5 Tips Bangun Pagi Lebih Awal

"Kalau kita bicara tentang kebutuhan bioetanol tadi yang kita perlu tadi disebutkan 2% aja udah 750 ribu KL kalau kita mau presentasi kita tingkatkan kita harus tingkatkan produksi tebu kita," ujarnya.

Sementara, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengakui, produksi bioetanol di Indonesia masih belum seperti apa yang diharapkan. Adapun, hingga saat ini produksi bioetanol di Indonesia baru sekitar 40 ribu kiloliter (KL) per tahun. Sementara, apabila ingin berkontribusi pada bauran EBT sebesar 2%, paling tidak RI membutuhkan produksi bioetanol sekitar 750 ribu KL per tahun.

"Kita mencoba untuk menaikkan produksi bioetanol itu sampai dengan 750 ribu kiloliter per tahun itu pun juga baru berkontribusi 2%," tandas Satya. (red)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan